Rabu, 09 Desember 2015

sejarah pemikiran pendidikan hasan albana



BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Hasan Al-Banna adalah seorang tokoh pembaru atau modernis dalam dunia Islam. Beliau dikenal sebagai tokoh pembaru, tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Hasan Al-Banna memiliki gagasan bahwa kejumudan umat Islam disebabkan kesalahan dalam bidang pendidikan. Menurut Hasan Al-Banna, Allah telah menjadikan akal manusia sebagai faktor yang dominan dan untuk itu manusia diperintahkan untuk meneliti, menganalisa, dan berpikir.
OlehkarenaitumelaluimakalahinipenulistertarikmembahastentangpemikiranHasan al-Bannakhususnyadalambidangpendidikanuntukmengubahkepada yang lebihbaikpendidikanpadamasaitu.Dan padamakalahinidijelaskandengan point-pont yang penting agar pembacalebihmemahamidanmengerti.Makalahini di ambildariberbagairevrensi yang dimbildariperpustakaan agar jelassumbernya.

B.        Rumusan Masalah
1.      Apa Saja Karya-karya Hasan al-Banna?
2.      Bagaimana pemikiran Pendidikan islam menurut Hasan al-Banna?
3.      Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan nasional?

C.       Tujuan

1.       Mengetahui konsep pemikiran pendidikan islam menurut Hasan al-Banna
2.       Mengetahui macam – macam kurikulum yang dirancang Hasan al-Banna
3.       Mengetahui relevansi pemikiran pendidikan islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan nasional
4.       PendidikanHasal Al-BannadanPembaharuanPendidikan Indonesia.


A.    RIWAYAT HIDUP HASAN AL-BANNA
Nama Iengkap Hasan Al-Banna adalah Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad Al-Banna. Hasan Al-Banna dilahirkan pada tahun 1906 M, di A1-Mahmudiyah Mesir. Tanggal kelahirannya diperkirakan 25 Sya’ban 1324 H/14 Oktober 1906 M, dan wafat pada tanggal 13 Februari 1949 M. Beliau sepenuhnya hidup pada masa tirani kekuasaan bangsa Eropa, yaitu Inggris dan Prancis.[1]
Pada masa kecil, Hasan al-Banna dididik langsung oleh ayahnya Syeikh Ahmad bin Abdurrhaman bin Muhammad al-Bana as-Sadati yang mengajarkan al-Qur’an, al-Hadits, Fiqih, bahasa dan tasawwuf. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah dasar al-Mahmudiyah, kemudian masuk ke sekolah pendidikan guru di Damanhur.
Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Al-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Di sini ia mempelajani ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta ia juga tertanik pada masalah-masalah politik, industri, dan olahraga.
Setelah lulus dan Dar Al-Ulum, dengan predikat cumiciude, lalu ia diangkat menjadi guru di salah satu sekolah menengah di kota Isma’iliyat, daerah terusan Suez. Menjadi guru adalah cita- cita Hasan Al-Banna sejak kecil. Karena guru menurut Hasan Al-Banna merupakan sumber cahaya terang benderang yang dapat menerangi masyarakat.[2]
Disampingmenuniakantugasmengajarbeliauaktivberdakwahaktivitasnyadimulaidari masjid ke masjid dankedai-kedaidenganbermodalkankekarismatikandanteknikdakwah yang menyentuhparaaudiens, semakinbanyak orang yang beragamaislamempatikepadabeliau.
Dengankecerdasannya, Hasn al-Bannamlihatmelihatbahwabeberapakelompokmasyarakat yang dapatdimanfaatkanuntukmesukseskanmisidakwah.Masyarakattersebut di klasifikasikandalamempatkelompok, yaitupemuka agama, tokohtarekat, tokohmasyarakatdanparajamaah.Hasan al-bannadalammenjalinhubungandenganparapemuka agama, sangatsantundanhormat, halinidilakukanuntukmenariksimpatiparapemuka agama.Tidakjarang al-Bannamemberkanhadiahmemberikanhadiahkepadamerekasehinggaterjalinhubungan yang baikdanharmonis.Hal inisangatpentinguntukmembangun terwujudnyatujuandakwahIkhwan al-Muslimin.Begitu pula al-Bannamengadakanpendekatankepadatigagolonganlainnyaterhadaptokohtarekat, hasan al-Bannamenjalinhubungan yang harmonis, beliauberhubungandengantata karma yang berlaku di kalanganparasufi. Dengancarasemacamitumerekatidakmerasaterancamatasdakwah yang dilalukannya ,danhalitubukanberarrtimerekaikutbergabungdanmendukungnya. Dalambergauldengantokohdansesepuhmasyarakat, Hasan al-Bannatetaphormatsewajaranyadansenantiasamenjalinkomunikasisehinggamereka pun bersikaphormatkepadanya.Hasan al-Bannamampumenetralisasikankeretakan yang seringterjadi.Begitu pula denganbergauldenganparapengikutnya, iasenantiasaberlakusopandansantundanhormat. Padasuatutempatbeliaupernahmemberikanceramahdanwajengansertamelakukan dialog darihatikehatidenganmereka. Dengansemacamituiaberhasilmenghubungkantalipersaudaraanseamamerekadanmengajakmerekamemahamikembaliajaran-ajaranislam.[3]
B.     Karya-Karya Hasan Al-Banna
Karya-karya Hasan Al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah, yang ditulis sepanjang masa hidupnya, dan banyak dituangkan dalam majalah Ikhwan Al-Muslirnin. Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku dengan judul Majmu’at Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Adapun judul dan masing-masing risalah tersebut, antara lain sebagai berikut.
1.      Da’watuna, tulisan ini secara khusus membahas tentang gerakan dakwah Ikhwan Al-Muslirnin, kesucian dalam berdakwah, kasih sayang dalam dakwah, sarana dakwah, dan lain-lain.
2.      Ila Ayyi Syai’ Nad’u An-Nas, berisi tentang tolak ukur dakwah, tujuan hidup manusia dalam Alquran, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan, dan lain-lain.
3.      Nahwa An-Nur, berisi tentang saran-saran yang ditujukan kepada raja Faruq (Mesir), yakni berupa tanggung jawab seorang pemimpin, orientasi Islam, peradahan Barat dan Islam, dan kebangkitan umat Islam, dan lain-lain.
4.      Risalât At-Ta’lIm, berisi tentang sepulub komitmen bagi para kader ikhwan dalam mencapai keberhasilan.[4]
5.      Muzakirat ad-Da’awah wa-Dai’yiah’ (Catatan Dakwah dan pendakwah) Inilah hasil karyanya yang terulung. Buku ini terbahagi kepada dua bahagian.
Bahagian pertama menyentuh kehidupan peribadinya dan bahagian kedua pula ialah
mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin
6.      ‘Risaail-Al-Imamu-Syahid.’ Buku ini ialah himpunan beberapa makalah yang disusunnya pada waktu waktu tertentu sepanjang hayatnya. Buku ini terbahagi kepada tajuk-tajuk.
7.      Syarahan syarahan Imam Hasan AI Banna. Buku ini mengandungi syarahan syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna Ia merupakan satu khazanah ilmu.
8.      Maqalat Hasan Al-Banna. Buku ini ialah himpunan nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan Al- Banna kepada sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin
9.      Al-Ma’thurat. Buku ini ialah himpunan do’a-do’a dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan
Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum sholat
Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan
dakwah Islamiah.
10.  Dan masih banyak lagi risalah-risalah lain yang terhimpun dalam buku pertama ini.[5]
Selain buku utama, yang berisi kumpulan risaIah di atas, juga ada buku lain yang berjudul Mudzakkirat Ad-Da’wat wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup Hasan Al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang pengalaman intelektual, ruhani, dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini menggambarkan secara iengkap tentang kepribadian, intelektual, dan gerak langkah dakwah Hasan Al-Banna.

C.    Pemikiran Hasan Al-Banna Tentang Pendidikan Islam
Hasan al-Banna memiliki peran penting dalam upaya pendekatan antar berbagai aliran-aliran Islam dan upaya untuk menyatukan mereka semuanya di atas satu kalimat. Tujuannya agar persatuan kaum muslimin dapat terjalin dan keutuhan mereka terjaga, sehingga mereka bersatu padu menghadapi musuh bersama. Namun, tangan-tangan terselubung yang melakukan tipu daya terhadap islam mengadakan persekongkolan terhadap sebagian kaum muslimin.
Hasan al-Banna adalah seorang arsitek sebuah perubahan. Bahkan, seolah-olah ia dilahirkan untuk membangun kembali harga diri umat yang sedang runtuh dan melorot. Pembangunan kembali itu diawali dengan mendirikan madrasah terbesar dalam sejarah gerakan dakwah; Madrasah Hasan Al-Banna.
Penyebutan Madrasah Hasan al-Banna ini disematkan oleh salah satu kader terbaik ikhwanul muslimin, syaikh Yusuf Qardhawi, sebuah madrasah yang memiliki dua tujuan besar dalam pembangunan umat Islam. Dua tujuan itu ialah ilmiyah dan amaliyah, berilmu dan beramal.
Hasan al-Banna memahamkan para pengikutnya untuk sentiasa mengkader belia dan selalu mengkontrol mereka agar tetap selalu berbuat baik dan mengerjakan suruhan agama.[6]
a.      Konsep Manusia  
Hasan Al-Banna sangat tertarik dengan pengkajian tentang hakikat manusia. Manusia merupakan objek kajian yang paling menarik, karena unsur pribadinya yang unik, dan hakikat manusia itu sendiri juga sulit untuk dipahami oleh manusianya sendiri.
Dalam pandangan Hasan Al-Banna, manusia terdiri dan beberapa unsur pokok, yaitu 1) jasmani atau badan, 2) hati (qalb), dan 3) akal. Jasmani identik dengan jasad atau badan, yang secara fisiologi memiliki makna tubuh yang terdiri atas tulang, daging, kulit dan lain-lain, Jasmani memiliki anggota tubuh yang terdiri atas kepala, mata, hidung, telinga, mulut, kaki dan sebagainya. Selain itu, ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa manusia memiliki unsur jasmani, yaitu makanan, minuman, pakaian, dan adanya gerak fisik.
Pertama, jasmani. Jasmani yang dimiliki manusia harus dirawat, dan digerakkan sesuai dengan fungsinya. OIeh karena itu, diperlukan suatu sistem pendidikan yang memperhatikan aspek jasmani. Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan aspek jasmani sangat diperhatikan agar anak didik terampil, cekatan, dan terhindar dari berbagai kerusakan, terutama dari berbagai macam penyakit. Pendidikan jasmani ini dikategorikan ke dalam domain psikomotorik.
Kedua, akal. Akal sebagai alat untuk menyingkap rahasia-rahasia alam dan pernak-pernik alam nyata. Dengan kegiatan itu akan bertambah kualitas intelektual dan pemikiran anak didik. Akal yang dimiliki manusia harus difungsikan untuk berpikir. OIeh karena itu, perlu adanya sistem pendidikan yang menekankan kepada aspek akal dan sesuai dengan fungsinya. Dalam dunia pendidikan, akal dapat dikatagorikan ke dalam domain kognitif. Ketiga, hati (qalb). Hati (qalb) adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa takut, dan keimanan. Oleh karena itu, hati manusia menampung hal-hal yang dapat disadari oleh pemiliknya. Hati pada diri manusia dapat melahirkan berbagai macam aktivitas. Apabila hatinya baik maka aktivitasnya baik, sebaliknya apabila hatinya tidak baik maka aktivitasnya pun tidak baik. Dalam konteks pendidikan, pendidikan qalb termasuk domain afektif.
b.      Konsep Pendidikan
Istilah pendidikan dalam konteks ajaran Islam Iebih banyak dikenal dengan menggunakan term kata ‘at-tarbiyah, at-ta’lim, at-tahzib, arriyadhah’, dan lain-lain. Hasan Al-Banna sering menggunakan istilah pendidikan dengan ‘at-tarbiyah’ dan at-ta’lim. At-Tarbiyah adalah proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama. Dalam penggunaan kata ‘at-tarbiyah’ mi, Hasan Al Banna sering pula menggunakannya untuk pendidikan jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan qalb. Sedangkan At-Ta’lim adalah proses transper ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada anak didik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif. Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan, pengorbanan, dan keteguhan.
Bertolak dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa konsep Hasan Al-Banna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal, dan hati (qalb), yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan Islam. Pendidikan dipandang sebagai proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan nilai-nilai ajaran Islam. Aktualisasi potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan Al-Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang memilikil kekuatan jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi kepada-Nya, serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tenteram. Oleh karena itu, pendidikan menurut Hasan Al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta membentuk persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan umat manusia.

.   
c.       Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan, karena tujuan dapat menentukan setiap gerak, Iangkah, dan aktivitas dalam proses pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan, serta menjadi tolok ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Hasan Al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu perjalanan. Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan Al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang syamil atau komprehensif, serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Secara terperinci, Hasan Al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara, sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara panjang lebar dalam kitabnya Risalat At-Ta’lim, dalam Majmu Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-B anna (Iskandariyyah: Dar ad-Da’wah, 1990).
Yang paling relevan dengan kajian kita adalah tujuan pendidikan pada tingkat individu karena individu merupakan sasaran utama dalam program pendidikan. Menurut Hasan Al- anna, tujuan pendidikan pada tingkat individu mengarah pada beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
ü  Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.
ü  Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.
ü  Setiap individu memiliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.
ü  Setiap individu memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya.
ü  Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan Alquran dan sunnah.
ü  Setiap individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah dan rasul-Nya.
ü  Setiap individu memiliki kemampuan untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan.
ü  Setiap individu memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga waktunya dan kelalaian dan perbuatan sia-sia, dan
ü  Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.


d.      Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau materi yang disajikan kepada anak didik agar tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tercapai secara optimal. Hasan Al- Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb).
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi yang cukup urgen pada diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum, dan sebagai tolok ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi perbuatannya. Oleh karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hasan Al-Banna memberikan perhatian yang cukup serius terhadap perkembangan akal anak didik. ilmu pengetahuan agama dan cabang-cabangnya merupakan materi pendidikan yang dapat mengembangkan potensi akal anak didik. Adapun materi pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengertahuan sosial beserta cabang-cabangnya. Materi ilmu pengetahuan agama sebagai dasar pertama bagi anak didik sebelum ia mempelajari ilmu pengetahuan Iainnya. Namun, ketiga materi tersebut hendaknya dipelajari oleh anak didik untuk mencapai ma’rifatullah.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan kualitas perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani. Oleh karena itu, anak didik harus memiliki ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan.
Ketiga, materi pendidikan hati (qalb). Potensi qalb atau hati pada anak didik menjadi perhatian penting dalam pendidikan Hasan Al-Banna, karena salah satu tujuan dan pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan penghambat dalam memperoleh ilmu pengetahuan, yang tujuannya tiada lain adalah untuk mencapai ma’rifatullah.
e.       Metode Pendidikan  
Metode diartikan cara atau jalan yang dilalui untuk mencapa tujuan, dalam hal ini mencapai tujuan pendidikan. Tujuan utama penggunaan metode ini adalah untuk rnemperoleh efektivitas dan kegiatan pendidikan. Adanya efektivitas ditandai dengan terwujudnya keharmonisan hubungan antara pendidik dan peserta didik sehingga di antara keduanya timbul rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan karena apa yang dikerjakannya itu ada manfaatnya.
Hasan Al-Banna mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap metode pendidikan. Menurutnya, keberhasilan pembinaan yang dii akukan adalah karena adanya guru atau pendidik yang baik. Pendidik yang baik ditandai dengan beberapa kriteria, di antaranya ia hartis memiliki;
a.    pemahaman Islam yang benar,
b.    niat yang ikhlas karena Allah,
c.    aktivitas hidup dan kehidupan yang dinamis,
d.    kesanggupan dan menegakkan kebenaran,
e.    pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dimilikinya,
f.     kepatuhan dan menjalankan syariat Islam,
g.    keteguhan hati,
h.    kemurnian pola pikir,
i.      rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan sifat kepemimpinan.
Hasan Al-Banna sangat memperhatikan pendidik sebagai faktor penentu dalam keberhasilan proses pendidikan. Menurutnya, salah satu keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kualitas pendidik, baik kualitas dari segi keilmuan maupun kualitas keteladanan atau akhlaknya, Oleh karena itu, seorang pendidik dituntut untuk senantiasa bekerja secara professional, yakni memiliki kompetensi, komitmen, wawasan, visi, sikap, dan penampilan yang sesuai dengan kultur lingkungannya. Kompetensi berati memiliki keahlian yang bermutu, yang muncul dan pendidikan dan pelatihan khusus, seperti lembaga pendidikan guru. Guru yang berkompetensi adalah mereka yang benar-benar ahli, terampil, cakap, tangguh, dan berkualitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Komitmen dan seorang pendidik adalah adanya keterikatan yang tinggi pada profesi dan lembaga di tempat ia bekerja, dan senantiasa berusaha meningkatkan dan mempertahankan kualitas kinerja dan hasil yang dicapainya. Hasan Al-Banna menegaskan ada sepuluh komitmen yang harus dipegang oleh seorang pendidik, yaitu 1) pemahaman, 2) ikhlas, 3) aktivitas, 4) berjuang, 5) pengorbanan, 6) kepatuhan, 7) keteguhan, 8) kemurnian, 9) persaudaraan, dan 10) kepercayaan.
Wawasan yang luas dan seorang pendidik sangat diperlukan, baik di bidang pekerjaannya maupun di luarnya. Dengan wawasan yang luas, ia akan mampu membedakan persoalan-persoalan yang dapat diselesaikan, sehingga ia juga mampu membuat program yang jauh dan sekadar harapan, impian, atau ramalan.
Sikap dan penampilan yang sesuai dengan kultur lingkungannya dan seorang pendidik adalah memiliki akhlak yang mulia; terbuka, jujur, adil dan demokratis; percaya diri dan mandiri, tetapi tidak sombong; menghormati pendapat orang lain dengan cara-cara yang baik; agresif dalam menciptakan peluang, tetapi tidak destruktif terhadap orang lain; menyukai tantangan, mengemban amanat dengan baik dan penuh tanggung jawab yang disertai keihklasan; mampu berkomunikasi dengan lingkungan secara baik, berpakaian rapih dan bersih, berani mengambil risiko, menguasai berbagai bahasa, menaati tata krama dan tata tertib, serta bersikap bijak dalam menghadapi berbagai persoalan.
Adapun metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan Al-Banna meliputi enam metode, yaitu 1) metode diakronis, 2) metode sinkronik-analitik, 3) metode hallul muskilat, 4) metode tajribiyyat, 5) metode al-istiqra’iyyat, dan 6) metode al-istinbathi’yat. Dan keenam metode mi, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.    Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini memberi kemungkinan ilmu pengetahuan sehingga anak didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab akibat atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode ini disebut juga dengan. metode sosio-historis.
b.    Metode sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental-intelektual. Metode ini banyak menggunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lain-lain,
c.    Metode hallul musykilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dan berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal, jasmani, dan qalb.
d.    Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta internalsasi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Metode ini juga sangat cocok untuk pengembangan potensi akal, hati. dan jasmani.
e.    Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dan hal- hal yang khusus kepada hal-hal yang umum, sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal dan jasmani.
f.     Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus, kebalikan dan metode induktif.[7]
D.    Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Hasan AL Banna’ Dalam Pendidikan Nasional
Konsep pendidikan Hasan Al Banna’ ditelaah dari faktor-faktor pendidikan menunjukkan adanya relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, terutama pada tujuan pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta membentuk peserta didik yang memiliki iman dan takwa serta masih ada yang relevan pada bab yang lain yang dijabarkan pada pasal-pasal di dalam undang-undang tersebut. Hasan Al Banna’ telah menyumbangkan pemikiran – pemikiran yang terbilang ekstrim bagi sebagian kalangan.
Sejalan dengan kegiatan pendidikan tersebut, Hasan Al Banna’ menawarkan berbagai metode pendidikan yang dapat digunakan sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Di antara metode pendidikan tersebut, adalah metode pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman, cerita-cerita, pembiasaan dan pengalaman-pengalaman konkret. Secara keseluruhan metode tersebut dapat dijumpai dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun praktek yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membina para sahabat dan kader-kadernya.[8]
E.     PendidikanHasal Al-BannadanPembaharuanPendidikan Indonesia.
Sebenarnyapendidikan yang diberikandariHasan Al-Bannasudahsangatmiripdenganapa yang dicita-citakanolehpendidikan Indonesia, jelasdidikanakhlak, sosialjasmanaisertapengembanganintelektualadalahbuktisuatuusahauntukmesukseskanpendidikandimasaitudanterbentuknyaIkhwanMusliminadalahbuktidaripedidikanitusuatudakwah jihad yang membesarkannamaumatislamserta Negara, denganmemadukanpendidikan Agama dandunia, suatukombinasi yang evektifdiduniapendidikan demi terlesasinyapendidikankaraktergunabangsa yang bermutu. Lalupendidikan Indonesia jugatidakberbedadenganapa yang dicita-citakanbahkansudahditulisdalamUndang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentangSistemPendidikanNasional Bab II pasal 3, yang berbunyi:

“Pendidikannasionalberfungsimengembangkankemampuandanmembentukwataksertaperadabanbangsa yang bermartabatdalamrangkamencerdaskankehidupanbangsa, bertujuanuntukberkembangnyapotensipesertadidik agar menjadimanusia yang berimandanbertakwakepadaTuhan Yang MahaEsa, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, danmenjadiwarganegara yang demokratissertabertanggungjawab.”
Tetapirealita yang seringkitalihatdisaatiniapakahsudahefektifpendidikan Indonesia yang terlaluseringberinovasidalamkurikulum demi mewujudkanapa yang dicita-citakanitu. Masalah demi masalahterusberdatanganpadahalPendidikanmempunyaitugasmenyiapkansumberdayamanusiauntukpembangunan.Apajadinyabilapembangunan di Indonesia tidakdibarengidenganpembangunan di bidangpendidikan? Walaupunpembangunanfisiknyabaik, tetapiapagunanyabila moral bangsaterpuruk.
Pendidikan yang berkarakterharuslebihditekankanbukanpendidikan yang berorientasikepadanilai.Ada sebuah kata bijakmengatakan, ilmutanpa agama buta, dan agama tanpailmuadalahlumpuh.Samajugaartinyabahwapendidikankognitiftanpapendidikankarakteradalahbuta.Hasilnya, karenabutatidakbisaberjalan, berjalan pun denganasalnabrak.Kalaupunberjalandenganmenggunakantongkattetapakanberjalandenganlambat. Sebaliknya, pengetahuankaraktertanpapengetahuankognitif, makaakanlumpuhsehinggamudahdisetir, dimanfaatkandandikendalikan orang lain. Untukitu, pentingartinyauntuktidakmengabaikanpendidikankarakteranakdidik.
Berdasarkanpenelitian di Harvard University AmerikaSerikat, ternyatakesuksesanseseorangtidaksemata-mataditentukanolehpengetahuandankemampuanteknisdankognisinyan (hard skill) saja, tetapilebiholehkemampuanmengeloladiridan orang lain (soft skill).Penelitianinimengungkapkan, kesuksesanhanyaditentukansekitar 20 persen hard skill dansisanya 80 persenolehsoftskill.Dan, kecakapan soft skill initerbentukmelaluipelaksanaanpendidikankaraterpadaanakdidik.
Yang tidakkalahpentingadalahperan orang tuadirumahharusmampumenjaditeladan yang baikbagianaknya.Selanjutnyamasalahinfrastruktur yang saatinibelummumpunidanmateripendidikanjugaharuslebihdiperhatikanpemerintah. Apabilasemuainidapatterlaksanamakasistempendidikan Indonesia dapatmelahirkangenerasi-generasi yang ungguldanberakhlakmulia.[9]


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Hasan al-Banna merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam perkembangan pergerakan Ikhwan Muslimin dan reformasi dunia islam, beliau merupakan ketauladanan dalam memmpin suatu pergerakan, menjadi pengajar yang dipuji murid-muridnya. Pemikiran beliau sangat luas dan cepat memahami keadaan masyarakatnya sehingga beliau dapat pula mencari solusi bagi permasalahan tersebut. Istiqomah dalam setiap perjuangan dan cita-cita yang baik walaupun nyawa sebagai taruhannya. Sehingga lahirlah ruh jihad yang membara untuk membina ummat islam dengan ikhlasnya.
Oleh karna itu Hasan Al-Banna memberikan uraian secara panjang lebar perihal pendidikan Islam, mulai dari tujuan, materi, dan metode pendidikan.Materi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb), Ketiga materi tersebut dapat diperoleh dari ilmu pengetahuan agama, eksakta, ilmu sosial dan cabang-cabangnya,
Metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan meliputi enam model, yaitu metode diakronis, sinkronik-analitik, hallul musykilat, tajribiyyat, al-istiqraiyyat, dan metode al-istinbathiyyat.

                                                                                  


DAFTAR PUSTAKA

Susanto. (2010). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, cet-2
Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
Kurniawan, Syamsul& Erwin, Mahrus, 2013, jejakpemikirantokohpendidikanislam. Jogjakarta, Ar-Ruzz Media.

Al-Wakil Muhammad Sayyid. 2001. Pergerakan islam terbesar abad ke 14 H
Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
AMZAH  Sejarah Pemikiran pendidikan islam Jakarta  2010
Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
Jami, Mahmud, 2005, Ikhwanulmuslimin yang sayakenal ,Jakarta, PustakaTimur.






[1]Susanto. (2010). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, cet-2
[2]Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
[3]Kurniawan, Syamsul& Erwin, Mahrus, 2013, jejakpemikirantokohpendidikanislam. Jogjakarta, Ar-Ruzz Media.
[4]. Susanto. (2010). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, cet-2

[5]Al-Wakil Muhammad Sayyid. 2001. Pergerakan islam terbesar abad ke 14 H
[6][6]Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
[7]AMZAH  Sejarah Pemikiran pendidikan islam Jakarta  2010
[8]Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
[9]Jami, Mahmud, 2005, Ikhwanulmuslimin yang sayakenal ,Jakarta, PustakaTimur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar