BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hasan Al-Banna adalah seorang tokoh
pembaru atau modernis dalam dunia Islam. Beliau dikenal sebagai tokoh pembaru,
tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, dan kemasyarakatan. Hasan Al-Banna memiliki gagasan bahwa kejumudan
umat Islam disebabkan kesalahan dalam bidang pendidikan. Menurut Hasan
Al-Banna, Allah telah menjadikan akal manusia sebagai faktor yang dominan dan
untuk itu manusia diperintahkan untuk meneliti, menganalisa, dan berpikir.
OlehkarenaitumelaluimakalahinipenulistertarikmembahastentangpemikiranHasan
al-Bannakhususnyadalambidangpendidikanuntukmengubahkepada yang
lebihbaikpendidikanpadamasaitu.Dan padamakalahinidijelaskandengan point-pont
yang penting agar pembacalebihmemahamidanmengerti.Makalahini di
ambildariberbagairevrensi yang dimbildariperpustakaan agar jelassumbernya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Saja Karya-karya Hasan al-Banna?
2. Bagaimana pemikiran Pendidikan islam
menurut Hasan al-Banna?
3. Bagaimana relevansi pemikiran
pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan nasional?
C.
Tujuan
1. Mengetahui konsep pemikiran
pendidikan islam menurut Hasan al-Banna
2. Mengetahui macam – macam kurikulum
yang dirancang Hasan al-Banna
3. Mengetahui relevansi pemikiran
pendidikan islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan nasional
4. PendidikanHasal
Al-BannadanPembaharuanPendidikan Indonesia.
A.
RIWAYAT HIDUP HASAN AL-BANNA
Nama Iengkap Hasan Al-Banna adalah
Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad Al-Banna. Hasan Al-Banna
dilahirkan pada tahun 1906 M, di A1-Mahmudiyah Mesir. Tanggal kelahirannya
diperkirakan 25 Sya’ban 1324 H/14 Oktober 1906 M, dan wafat pada tanggal 13
Februari 1949 M. Beliau sepenuhnya hidup pada masa tirani kekuasaan bangsa
Eropa, yaitu Inggris dan Prancis.[1]
Pada masa kecil, Hasan al-Banna dididik langsung oleh
ayahnya Syeikh Ahmad bin Abdurrhaman bin Muhammad al-Bana as-Sadati yang
mengajarkan al-Qur’an, al-Hadits, Fiqih, bahasa dan tasawwuf. Setelah itu ia
melanjutkan pendidikannya ke sekolah dasar al-Mahmudiyah, kemudian masuk ke
sekolah pendidikan guru di Damanhur.
Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo
dan belajar di Dar Al-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Di sini ia
mempelajani ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta ia juga
tertanik pada masalah-masalah politik, industri, dan olahraga.
Setelah lulus dan Dar Al-Ulum,
dengan predikat cumiciude, lalu ia diangkat menjadi guru di salah satu sekolah
menengah di kota Isma’iliyat, daerah terusan Suez. Menjadi guru adalah cita-
cita Hasan Al-Banna sejak kecil. Karena guru menurut Hasan Al-Banna merupakan
sumber cahaya terang benderang yang dapat menerangi masyarakat.[2]
Disampingmenuniakantugasmengajarbeliauaktivberdakwahaktivitasnyadimulaidari
masjid ke masjid dankedai-kedaidenganbermodalkankekarismatikandanteknikdakwah
yang menyentuhparaaudiens, semakinbanyak orang yang
beragamaislamempatikepadabeliau.
Dengankecerdasannya, Hasn
al-Bannamlihatmelihatbahwabeberapakelompokmasyarakat yang dapatdimanfaatkanuntukmesukseskanmisidakwah.Masyarakattersebut
di klasifikasikandalamempatkelompok, yaitupemuka agama, tokohtarekat,
tokohmasyarakatdanparajamaah.Hasan
al-bannadalammenjalinhubungandenganparapemuka agama, sangatsantundanhormat,
halinidilakukanuntukmenariksimpatiparapemuka agama.Tidakjarang
al-Bannamemberkanhadiahmemberikanhadiahkepadamerekasehinggaterjalinhubungan
yang baikdanharmonis.Hal inisangatpentinguntukmembangun terwujudnyatujuandakwahIkhwan
al-Muslimin.Begitu pula al-Bannamengadakanpendekatankepadatigagolonganlainnyaterhadaptokohtarekat,
hasan al-Bannamenjalinhubungan yang harmonis, beliauberhubungandengantata karma
yang berlaku di kalanganparasufi.
Dengancarasemacamitumerekatidakmerasaterancamatasdakwah yang dilalukannya
,danhalitubukanberarrtimerekaikutbergabungdanmendukungnya.
Dalambergauldengantokohdansesepuhmasyarakat, Hasan
al-Bannatetaphormatsewajaranyadansenantiasamenjalinkomunikasisehinggamereka pun
bersikaphormatkepadanya.Hasan al-Bannamampumenetralisasikankeretakan yang
seringterjadi.Begitu pula denganbergauldenganparapengikutnya,
iasenantiasaberlakusopandansantundanhormat.
Padasuatutempatbeliaupernahmemberikanceramahdanwajengansertamelakukan dialog
darihatikehatidenganmereka.
Dengansemacamituiaberhasilmenghubungkantalipersaudaraanseamamerekadanmengajakmerekamemahamikembaliajaran-ajaranislam.[3]
B.
Karya-Karya Hasan Al-Banna
Karya-karya Hasan Al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk
risalah, yang ditulis sepanjang masa hidupnya, dan banyak dituangkan dalam
majalah Ikhwan Al-Muslirnin. Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan dan
dijilid menjadi satu buku dengan judul Majmu’at Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid
Hasan Al-Banna. Adapun judul dan masing-masing risalah tersebut, antara lain
sebagai berikut.
1. Da’watuna, tulisan ini secara khusus
membahas tentang gerakan dakwah Ikhwan Al-Muslirnin, kesucian dalam berdakwah,
kasih sayang dalam dakwah, sarana dakwah, dan lain-lain.
2. Ila Ayyi Syai’ Nad’u An-Nas, berisi
tentang tolak ukur dakwah, tujuan hidup manusia dalam Alquran, pengorbanan,
tujuan, sumber tujuan, dan lain-lain.
3. Nahwa An-Nur, berisi tentang
saran-saran yang ditujukan kepada raja Faruq (Mesir), yakni berupa tanggung
jawab seorang pemimpin, orientasi Islam, peradahan Barat dan Islam, dan
kebangkitan umat Islam, dan lain-lain.
4. Risalât At-Ta’lIm, berisi tentang
sepulub komitmen bagi para kader ikhwan dalam mencapai keberhasilan.[4]
5. Muzakirat ad-Da’awah wa-Dai’yiah’
(Catatan Dakwah dan pendakwah) Inilah hasil karyanya yang terulung. Buku ini
terbahagi kepada dua bahagian.
Bahagian pertama menyentuh kehidupan peribadinya dan bahagian kedua pula ialah
mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin
Bahagian pertama menyentuh kehidupan peribadinya dan bahagian kedua pula ialah
mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin
6. ‘Risaail-Al-Imamu-Syahid.’ Buku ini
ialah himpunan beberapa makalah yang disusunnya pada waktu waktu tertentu
sepanjang hayatnya. Buku ini terbahagi kepada tajuk-tajuk.
7. Syarahan syarahan Imam Hasan AI
Banna. Buku ini mengandungi syarahan syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna Ia
merupakan satu khazanah ilmu.
8. Maqalat Hasan Al-Banna. Buku ini
ialah himpunan nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan Al- Banna kepada
sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin
9. Al-Ma’thurat. Buku ini ialah
himpunan do’a-do’a dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan
Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum sholat
Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan
dakwah Islamiah.
Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum sholat
Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan
dakwah Islamiah.
10. Dan masih banyak lagi
risalah-risalah lain yang terhimpun dalam buku pertama ini.[5]
Selain buku utama, yang berisi kumpulan risaIah di atas,
juga ada buku lain yang berjudul Mudzakkirat Ad-Da’wat wa Ad-Da’iyat. Buku ini
berisi tentang perjalanan hidup Hasan Al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku
ini membahas tentang pengalaman intelektual, ruhani, dan jasmani dalam
berdakwah. Buku ini menggambarkan secara iengkap tentang kepribadian, intelektual,
dan gerak langkah dakwah Hasan Al-Banna.
C.
Pemikiran Hasan Al-Banna Tentang Pendidikan Islam
Hasan al-Banna memiliki peran penting dalam upaya pendekatan
antar berbagai aliran-aliran Islam dan upaya untuk menyatukan mereka semuanya
di atas satu kalimat. Tujuannya agar persatuan kaum muslimin dapat terjalin dan
keutuhan mereka terjaga, sehingga mereka bersatu padu menghadapi musuh bersama.
Namun, tangan-tangan terselubung yang melakukan tipu daya terhadap islam
mengadakan persekongkolan terhadap sebagian kaum muslimin.
Hasan al-Banna adalah seorang arsitek sebuah perubahan.
Bahkan, seolah-olah ia dilahirkan untuk membangun kembali harga diri umat yang
sedang runtuh dan melorot. Pembangunan kembali itu diawali dengan mendirikan
madrasah terbesar dalam sejarah gerakan dakwah; Madrasah Hasan Al-Banna.
Penyebutan Madrasah Hasan al-Banna ini disematkan oleh salah
satu kader terbaik ikhwanul muslimin, syaikh Yusuf Qardhawi, sebuah madrasah
yang memiliki dua tujuan besar dalam pembangunan umat Islam. Dua tujuan itu
ialah ilmiyah dan amaliyah, berilmu dan beramal.
Hasan al-Banna memahamkan para pengikutnya untuk sentiasa
mengkader belia dan selalu mengkontrol mereka agar tetap selalu berbuat baik
dan mengerjakan suruhan agama.[6]
a. Konsep Manusia
Hasan Al-Banna sangat tertarik dengan pengkajian tentang
hakikat manusia. Manusia merupakan objek kajian yang paling menarik, karena
unsur pribadinya yang unik, dan hakikat manusia itu sendiri juga sulit untuk
dipahami oleh manusianya sendiri.
Dalam pandangan Hasan Al-Banna, manusia terdiri dan beberapa
unsur pokok, yaitu 1) jasmani atau badan, 2) hati (qalb), dan 3) akal. Jasmani
identik dengan jasad atau badan, yang secara fisiologi memiliki makna tubuh
yang terdiri atas tulang, daging, kulit dan lain-lain, Jasmani memiliki anggota
tubuh yang terdiri atas kepala, mata, hidung, telinga, mulut, kaki dan
sebagainya. Selain itu, ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa manusia
memiliki unsur jasmani, yaitu makanan, minuman, pakaian, dan adanya gerak
fisik.
Pertama, jasmani. Jasmani yang dimiliki manusia harus dirawat, dan
digerakkan sesuai dengan fungsinya. OIeh karena itu, diperlukan suatu sistem
pendidikan yang memperhatikan aspek jasmani. Dalam dunia pendidikan,
pemberdayaan aspek jasmani sangat diperhatikan agar anak didik terampil,
cekatan, dan terhindar dari berbagai kerusakan, terutama dari berbagai macam
penyakit. Pendidikan jasmani ini dikategorikan ke dalam domain psikomotorik.
Kedua, akal. Akal sebagai alat untuk menyingkap rahasia-rahasia
alam dan pernak-pernik alam nyata. Dengan kegiatan itu akan bertambah kualitas
intelektual dan pemikiran anak didik. Akal yang dimiliki manusia harus
difungsikan untuk berpikir. OIeh karena itu, perlu adanya sistem pendidikan
yang menekankan kepada aspek akal dan sesuai dengan fungsinya. Dalam dunia
pendidikan, akal dapat dikatagorikan ke dalam domain kognitif. Ketiga, hati
(qalb). Hati (qalb) adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa takut, dan
keimanan. Oleh karena itu, hati manusia menampung hal-hal yang dapat disadari
oleh pemiliknya. Hati pada diri manusia dapat melahirkan berbagai macam
aktivitas. Apabila hatinya baik maka aktivitasnya baik, sebaliknya apabila
hatinya tidak baik maka aktivitasnya pun tidak baik. Dalam konteks pendidikan,
pendidikan qalb termasuk domain afektif.
b.
Konsep Pendidikan
Istilah pendidikan dalam konteks ajaran Islam Iebih banyak
dikenal dengan menggunakan term kata ‘at-tarbiyah, at-ta’lim, at-tahzib,
arriyadhah’, dan lain-lain. Hasan Al-Banna sering menggunakan istilah
pendidikan dengan ‘at-tarbiyah’ dan at-ta’lim. At-Tarbiyah adalah proses
pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu
pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama. Dalam penggunaan kata
‘at-tarbiyah’ mi, Hasan Al Banna sering pula menggunakannya untuk pendidikan
jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan qalb. Sedangkan At-Ta’lim adalah
proses transper ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan pemahaman keagamaan
yang baik pada anak didik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap
yang positif. Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya
diri, kepatuhan, pengorbanan, dan keteguhan.
Bertolak dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa
konsep Hasan Al-Banna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu pengembangan
potensi jasmani, akal, dan hati (qalb), yang dimiliki manusia dan sekaligus
sebagai pewarisan kebudayaan Islam. Pendidikan dipandang sebagai proses
aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan
nilai-nilai ajaran Islam. Aktualisasi potensi-potensi yang dikehendaki oleh
Hasan Al-Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang memilikil kekuatan
jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi kepada-Nya, serta mampu menciptakan
lingkungan hidup yang damai dan tenteram. Oleh karena itu, pendidikan menurut
Hasan Al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak universal dan
terpadu, bersifat positif konstruktif, serta membentuk persaudaraan dan
keseimbangan dalam hidup dan kehidupan umat manusia.
.
c.
Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan, karena
tujuan dapat menentukan setiap gerak, Iangkah, dan aktivitas dalam proses
pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju
dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan, serta menjadi tolok
ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Hasan
Al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu
perjalanan. Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan Al-Banna menegaskan
bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar
mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang
syamil atau komprehensif, serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam.
Secara terperinci, Hasan Al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam
beberapa tingkatan, mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat,
organisasi, politik, negara, sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan
secara panjang lebar dalam kitabnya Risalat At-Ta’lim, dalam Majmu Rasa’il
Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-B anna (Iskandariyyah: Dar ad-Da’wah, 1990).
Yang paling relevan dengan kajian kita adalah tujuan
pendidikan pada tingkat individu karena individu merupakan sasaran utama dalam
program pendidikan. Menurut Hasan Al- anna, tujuan pendidikan pada tingkat
individu mengarah pada beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
ü Setiap individu memiliki kekuatan
fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.
ü Setiap individu memiliki ketangguhan
akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.
ü Setiap individu memiliki wawasan
yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang
dihadapinya.
ü Setiap individu memiliki kemampuan
bekerja dalam dunia kerjanya.
ü Setiap individu memiliki pemahaman
akidah yang benar berdasarkan Alquran dan sunnah.
ü Setiap individu memiliki kualitas
beribadah sesuai dengan syariat Allah dan rasul-Nya.
ü Setiap individu memiliki kemampuan
untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui
ibadah dan amal kebaikan.
ü Setiap individu memiliki kemampuan
untuk senantiasa menjaga waktunya dan kelalaian dan perbuatan sia-sia, dan
ü Setiap individu mampu menjadikan
dirinya bermanfaat bagi orang lain.
d. Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau
materi yang disajikan kepada anak didik agar tujuan pendidikan yang telah
dirumuskan tercapai secara optimal. Hasan Al- Banna menjelaskan mengenai materi
pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb).
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi
yang cukup urgen pada diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban
hukum, dan sebagai tolok ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi
perbuatannya. Oleh karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu
pengetahuan agar mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hasan Al-Banna
memberikan perhatian yang cukup serius terhadap perkembangan akal anak didik.
ilmu pengetahuan agama dan cabang-cabangnya merupakan materi pendidikan yang
dapat mengembangkan potensi akal anak didik. Adapun materi pendidikan akal
terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu
pengertahuan sosial beserta cabang-cabangnya. Materi ilmu pengetahuan agama
sebagai dasar pertama bagi anak didik sebelum ia mempelajari ilmu pengetahuan
Iainnya. Namun, ketiga materi tersebut hendaknya dipelajari oleh anak didik
untuk mencapai ma’rifatullah.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan berbagai
anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan
kualitas perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap semua
anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani. Oleh karena itu,
anak didik harus memiliki ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkannya pada
kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan.
Ketiga, materi pendidikan hati (qalb). Potensi qalb atau hati pada
anak didik menjadi perhatian penting dalam pendidikan Hasan Al-Banna, karena
salah satu tujuan dan pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan
menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan penghambat dalam
memperoleh ilmu pengetahuan, yang tujuannya tiada lain adalah untuk mencapai
ma’rifatullah.
e. Metode Pendidikan
Metode diartikan cara atau jalan yang dilalui untuk mencapa
tujuan, dalam hal ini mencapai tujuan pendidikan. Tujuan utama penggunaan
metode ini adalah untuk rnemperoleh efektivitas dan kegiatan pendidikan. Adanya
efektivitas ditandai dengan terwujudnya keharmonisan hubungan antara pendidik dan
peserta didik sehingga di antara keduanya timbul rasa senang mengerjakan suatu
pekerjaan karena apa yang dikerjakannya itu ada manfaatnya.
Hasan Al-Banna mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap metode pendidikan. Menurutnya, keberhasilan pembinaan yang dii akukan
adalah karena adanya guru atau pendidik yang baik. Pendidik yang baik ditandai
dengan beberapa kriteria, di antaranya ia hartis memiliki;
a.
pemahaman Islam yang benar,
b.
niat yang ikhlas karena Allah,
c.
aktivitas hidup dan kehidupan yang
dinamis,
d.
kesanggupan dan menegakkan
kebenaran,
e.
pengorbanan jiwa, harta, waktu,
kehidupan, dan segala sesuatu yang dimilikinya,
f.
kepatuhan dan menjalankan syariat
Islam,
g.
keteguhan hati,
h.
kemurnian pola pikir,
i.
rasa persaudaraan yang berdasarkan
ikatan akidah, dan sifat kepemimpinan.
Hasan Al-Banna sangat memperhatikan pendidik sebagai faktor
penentu dalam keberhasilan proses pendidikan. Menurutnya, salah satu
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kualitas pendidik, baik kualitas dari
segi keilmuan maupun kualitas keteladanan atau akhlaknya, Oleh karena itu,
seorang pendidik dituntut untuk senantiasa bekerja secara professional, yakni
memiliki kompetensi, komitmen, wawasan, visi, sikap, dan penampilan yang sesuai
dengan kultur lingkungannya. Kompetensi berati memiliki keahlian yang bermutu,
yang muncul dan pendidikan dan pelatihan khusus, seperti lembaga pendidikan
guru. Guru yang berkompetensi adalah mereka yang benar-benar ahli, terampil,
cakap, tangguh, dan berkualitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Komitmen dan seorang pendidik adalah adanya keterikatan yang
tinggi pada profesi dan lembaga di tempat ia bekerja, dan senantiasa berusaha
meningkatkan dan mempertahankan kualitas kinerja dan hasil yang dicapainya.
Hasan Al-Banna menegaskan ada sepuluh komitmen yang harus dipegang oleh seorang
pendidik, yaitu 1) pemahaman, 2) ikhlas, 3) aktivitas, 4) berjuang, 5)
pengorbanan, 6) kepatuhan, 7) keteguhan, 8) kemurnian, 9) persaudaraan, dan 10)
kepercayaan.
Wawasan yang luas dan seorang pendidik sangat diperlukan,
baik di bidang pekerjaannya maupun di luarnya. Dengan wawasan yang luas, ia
akan mampu membedakan persoalan-persoalan yang dapat diselesaikan, sehingga ia
juga mampu membuat program yang jauh dan sekadar harapan, impian, atau ramalan.
Sikap dan penampilan yang sesuai dengan kultur lingkungannya
dan seorang pendidik adalah memiliki akhlak yang mulia; terbuka, jujur, adil
dan demokratis; percaya diri dan mandiri, tetapi tidak sombong; menghormati
pendapat orang lain dengan cara-cara yang baik; agresif dalam menciptakan
peluang, tetapi tidak destruktif terhadap orang lain; menyukai tantangan,
mengemban amanat dengan baik dan penuh tanggung jawab yang disertai keihklasan;
mampu berkomunikasi dengan lingkungan secara baik, berpakaian rapih dan bersih,
berani mengambil risiko, menguasai berbagai bahasa, menaati tata krama dan tata
tertib, serta bersikap bijak dalam menghadapi berbagai persoalan.
Adapun metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan Al-Banna
meliputi enam metode, yaitu 1) metode diakronis, 2) metode sinkronik-analitik,
3) metode hallul muskilat, 4) metode tajribiyyat, 5) metode al-istiqra’iyyat,
dan 6) metode al-istinbathi’yat. Dan keenam metode mi, secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a.
Metode diakronis, yaitu suatu metode
pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini memberi kemungkinan ilmu
pengetahuan sehingga anak didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki
hubungan sebab akibat atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode ini
disebut juga dengan. metode sosio-historis.
b.
Metode sinkronik-analitik, yaitu
metode pendidikan yang memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna
bagi perkembangan keimanan dan mental-intelektual. Metode ini banyak
menggunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi
buku, dan lain-lain,
c.
Metode hallul musykilat (problem
solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan
dengan berbagai masalah dan berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode
ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal, jasmani, dan qalb.
d.
Metode tajribiyyat (empiris), yaitu
metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari
ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi,
aktualisasi, serta internalsasi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Metode
ini juga sangat cocok untuk pengembangan potensi akal, hati. dan jasmani.
e.
Metode al-istiqraiyyat (induktif),
yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap
ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dan hal- hal yang khusus
kepada hal-hal yang umum, sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan
potensi akal dan jasmani.
f.
Metode al-istinbathiyyat (deduktif),
yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal
yang khusus, kebalikan dan metode induktif.[7]
D.
Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam
Hasan AL Banna’ Dalam Pendidikan Nasional
Konsep pendidikan Hasan Al Banna’ ditelaah dari
faktor-faktor pendidikan menunjukkan adanya relevansinya dengan Sistem
Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,
terutama pada tujuan pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
serta membentuk peserta didik yang memiliki iman dan takwa serta masih ada yang
relevan pada bab yang lain yang dijabarkan pada pasal-pasal di dalam
undang-undang tersebut. Hasan Al Banna’ telah menyumbangkan pemikiran –
pemikiran yang terbilang ekstrim bagi sebagian kalangan.
Sejalan dengan kegiatan pendidikan tersebut, Hasan Al Banna’
menawarkan berbagai metode pendidikan yang dapat digunakan sesuai dengan bidang
studi yang diajarkan. Di antara metode pendidikan tersebut, adalah metode
pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman, cerita-cerita, pembiasaan dan
pengalaman-pengalaman konkret. Secara keseluruhan metode tersebut dapat
dijumpai dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun praktek yang dilakukan Rasulullah
SAW dalam membina para sahabat dan kader-kadernya.[8]
E.
PendidikanHasal
Al-BannadanPembaharuanPendidikan Indonesia.
Sebenarnyapendidikan yang diberikandariHasan
Al-Bannasudahsangatmiripdenganapa yang dicita-citakanolehpendidikan Indonesia,
jelasdidikanakhlak,
sosialjasmanaisertapengembanganintelektualadalahbuktisuatuusahauntukmesukseskanpendidikandimasaitudanterbentuknyaIkhwanMusliminadalahbuktidaripedidikanitusuatudakwah
jihad yang membesarkannamaumatislamserta Negara, denganmemadukanpendidikan
Agama dandunia, suatukombinasi yang evektifdiduniapendidikan demi
terlesasinyapendidikankaraktergunabangsa yang bermutu. Lalupendidikan Indonesia
jugatidakberbedadenganapa yang
dicita-citakanbahkansudahditulisdalamUndang-undang RI No. 20 Tahun 2003
tentangSistemPendidikanNasional Bab II pasal 3, yang berbunyi:
“Pendidikannasionalberfungsimengembangkankemampuandanmembentukwataksertaperadabanbangsa
yang bermartabatdalamrangkamencerdaskankehidupanbangsa,
bertujuanuntukberkembangnyapotensipesertadidik agar menjadimanusia yang
berimandanbertakwakepadaTuhan Yang MahaEsa, berakhlakmulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, danmenjadiwarganegara yang
demokratissertabertanggungjawab.”
Tetapirealita yang
seringkitalihatdisaatiniapakahsudahefektifpendidikan Indonesia yang
terlaluseringberinovasidalamkurikulum demi mewujudkanapa yang dicita-citakanitu.
Masalah demi masalahterusberdatanganpadahalPendidikanmempunyaitugasmenyiapkansumberdayamanusiauntukpembangunan.Apajadinyabilapembangunan
di Indonesia tidakdibarengidenganpembangunan di bidangpendidikan?
Walaupunpembangunanfisiknyabaik, tetapiapagunanyabila moral bangsaterpuruk.
Pendidikan yang
berkarakterharuslebihditekankanbukanpendidikan yang berorientasikepadanilai.Ada
sebuah kata bijakmengatakan, ilmutanpa agama buta, dan agama
tanpailmuadalahlumpuh.Samajugaartinyabahwapendidikankognitiftanpapendidikankarakteradalahbuta.Hasilnya,
karenabutatidakbisaberjalan, berjalan pun
denganasalnabrak.Kalaupunberjalandenganmenggunakantongkattetapakanberjalandenganlambat.
Sebaliknya, pengetahuankaraktertanpapengetahuankognitif,
makaakanlumpuhsehinggamudahdisetir, dimanfaatkandandikendalikan orang lain.
Untukitu, pentingartinyauntuktidakmengabaikanpendidikankarakteranakdidik.
Berdasarkanpenelitian di Harvard University
AmerikaSerikat,
ternyatakesuksesanseseorangtidaksemata-mataditentukanolehpengetahuandankemampuanteknisdankognisinyan
(hard skill) saja,
tetapilebiholehkemampuanmengeloladiridan orang lain (soft skill).Penelitianinimengungkapkan,
kesuksesanhanyaditentukansekitar 20 persen hard skill dansisanya 80 persenolehsoftskill.Dan, kecakapan soft skill
initerbentukmelaluipelaksanaanpendidikankaraterpadaanakdidik.
Yang tidakkalahpentingadalahperan
orang tuadirumahharusmampumenjaditeladan yang
baikbagianaknya.Selanjutnyamasalahinfrastruktur yang
saatinibelummumpunidanmateripendidikanjugaharuslebihdiperhatikanpemerintah.
Apabilasemuainidapatterlaksanamakasistempendidikan Indonesia
dapatmelahirkangenerasi-generasi yang ungguldanberakhlakmulia.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hasan al-Banna merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan pergerakan Ikhwan Muslimin dan reformasi dunia islam, beliau merupakan
ketauladanan dalam memmpin suatu pergerakan, menjadi pengajar yang dipuji
murid-muridnya. Pemikiran beliau sangat luas dan cepat memahami keadaan
masyarakatnya sehingga beliau dapat pula mencari solusi bagi permasalahan
tersebut. Istiqomah dalam setiap perjuangan dan cita-cita yang baik walaupun
nyawa sebagai taruhannya. Sehingga lahirlah ruh jihad yang membara untuk
membina ummat islam dengan ikhlasnya.
Oleh karna itu Hasan Al-Banna
memberikan uraian secara panjang lebar perihal pendidikan Islam, mulai dari
tujuan, materi, dan metode pendidikan.Materi pendidikan meliputi tiga aspek,
yaitu materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb), Ketiga materi tersebut
dapat diperoleh dari ilmu pengetahuan agama, eksakta, ilmu sosial dan
cabang-cabangnya,
Metode pendidikan yang dapat diterapkan
dalam proses pendidikan meliputi enam model, yaitu metode diakronis,
sinkronik-analitik, hallul musykilat, tajribiyyat, al-istiqraiyyat, dan metode
al-istinbathiyyat.
DAFTAR
PUSTAKA
Susanto.
(2010). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, cet-2
Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah
al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
Kurniawan, Syamsul& Erwin, Mahrus, 2013, jejakpemikirantokohpendidikanislam. Jogjakarta,
Ar-Ruzz Media.
Al-Wakil Muhammad Sayyid. 2001.
Pergerakan islam terbesar abad ke 14 H
Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah
al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
AMZAH Sejarah
Pemikiran pendidikan islam Jakarta 2010
Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah
al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
Jami, Mahmud, 2005, Ikhwanulmuslimin yang sayakenal ,Jakarta, PustakaTimur.
[1]Susanto. (2010). Pemikiran
Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, cet-2
[2]Al-Banna,
Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
[3]Kurniawan, Syamsul& Erwin,
Mahrus, 2013, jejakpemikirantokohpendidikanislam.
Jogjakarta, Ar-Ruzz Media.
[5]Al-Wakil
Muhammad Sayyid. 2001. Pergerakan islam terbesar abad ke 14 H
[7]AMZAH Sejarah Pemikiran pendidikan islam
Jakarta 2010
[8]Al-Banna,
Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb
[9]Jami, Mahmud, 2005, Ikhwanulmuslimin yang sayakenal ,Jakarta,
PustakaTimur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar