Rabu, 09 Desember 2015

kelemahan dalam diri manusia



BAB I
PEMBAHASAN
Sebagai hamba Allah yang bernama manusia, tabiat kita yang paling menonjol adalah “nisyan”(lupa). Dalam ungkapan Arab disebutkan, “Sumiyal insanbinib syaanihi” (manusia dinamakan insan karena kelupannya). Dari lupa terjadi alpa, dan dari alpa lahirlah dosa.
Maka, dapat dipastikan tiada manusia yang sempurna, karena setiap orang mempunyai kesalahan di hadapan Allah, dan kelemahan merupakan salah satu ciri dasar manusia. Kelemahan manusia ini jika ditambah dengan lemahnya kemauan untuk menjadi baik sangatlah berbahya.
Dalam pembahasan makalah kali ini, berangkat dari judul makalah yang mencakup sub pokok bahasan ruang lingkup ayat-ayat Tarbawi dalam Al-Qur’an, yang dalam kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan ‘Kelemahan Manusia’, kami akan mencoba menjelaskan  hal-hal yang berhubungan dengan Tafsir Tarbawi yang merupakan salah satu mata kuliah di semester ini.
Seiring bergantinya zaman, Ilmu Tafsir yang merupakan salah satu ilmu yang mempermudah kita dalam memahami Al-Qur’an secara mendetail. Oleh karena itu, marilah kita mengenal lebih jauh tentang sebenarnya apa yang menjadi objek Ilmu Tafsir. Dengan adanya pembahasan ini kita sebagai generasi muda islam supaya lebih mengenal, memahami dan mempelajari Ilmu Tafsir karena dengan mempelajari ilmu tafsir ini, kita akan lebih mengetahui siapa diri kita dan bagaimana kita seharusnya, agar tidak tersesat dalam menjalani kehidupan ini.

B.  Rumusan Masalah
2.  Apa amanat Allah yang diberikan kepada manusia ?
3.  Apa saja  Sifat manusia menurut Al-Qur’an ?

C. Tujuan
2.  Untuk mengetahui amanat Allah yang diberikan kepada manusia.
3.  Untuk mengetahui sifat manusia menurut Al-Qur’an.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kelemahan Dalam Diri Manusia
Seseorang yang beriman sekali pun tentu mempunyai kesalahan dan memiliki sifat buruk yang terkadang sukar dihilangkan. Tiada seorang Mukmin pun yang murni atau sempurna. Sebagai contoh, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda kepada Abu Dzarr ra, beliau bersabda, “Engkau seorang yang masih ada padamu sifat jahiliyah. ”
Dalam siroh para sahabat Nabi, sahabat Abu Dzar adalah seorang sahabat utama, termasuk dari orang-orang pertama yang beriman dan berjihad, namun ternyata masih ada kekurangannya. Kelemahan Abu Dzarr adalah terlalu zuhud sehingga selalu merasa diri sempurna karenanya dia reaktif terhadap sahabat Bilal.
Namun kelemahan ini langsung dikoreksi Nabi Muhammad Saw. “Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada shalat seribu rakaat.” (HR. Ibnu Majah).[1]
Adapun ayat-ayat yang menjelaskan tentang kelemahan manusia akan dijelaskan sebagai berikut

1.      QS. Al-Ma’arij:ayat 19-26

إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (١٩) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (٢٠) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (٢١)  إِلا الْمُصَلِّينَ (٢٢) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ (٢٣)     
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (٢٤)  لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (٢٥)                
وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (٢٦) وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ                 
مُشْفِقُونَ  (٢٧)
Artinya:
19.  Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh
20.   dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir,
21.  kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
22.  yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
23.  dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
24.  bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
25.  dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
26.  dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
27.  . dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya

Maksudnya: orang yang menyimpan hartanya dan tidak mau mengeluarkan zakat dan tidak pula menafkahkannya ke jalan yang benar.
Tafsir dan Penjelasan:
”Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan keluh kesah”.Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dan melengkapinya dengan sifat yang unggul. Keunggulannya dibandingkan seluruh makhluk sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan intelektualnya yang khas dalam berpikir dan memahami, dan kesiapannya untuk belajar dan mengembangkan budaya tidak perlu dipertanyakan lagi. Menurut Al-Dhahhak, manusia disini khusus orang kafir.
 Dalam ayat-ayat yang menjadi materi pengecualian (mustatsna)atau yang menjadi mukhashshish dari keumuman lafal al-Insan tersebut. Kelompok manusia yang pertama menjadi mukhashshish adalah orang-orang yang mendirikan sholat (al-mushallin), dimana sholat merupakan pembeda pokok antara seorang Muslim dengan seorang Kafir. Jadi, jika pendapat al-Dhahhak ini diikuti, maka tafsiran ayat ini adalah “sesungguhnya orang kafir diciptakan dalam keadaan bersifat keluh kesah”. Mafhum mukholafahnya adalah, orang Islam yang mendirikan sholat tidaklah bersifat demikian.
Maksud dari  kata “Halu’a”  (Keluh Kesah) yaitu, menurut Ibnu Kisan menafsirkan ayat ini dengan ; “Allah menciptakan manusia dengan sifat selalu menyukai perkara-perkara yang menyenangkan, dan selalau tidak menyukai perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Tidak mau memberikan sesuatu yang disenanginya dan tidak sabar atas sesuatu yang dibencinya.”
Ayat berikutnya yaitu : Al-Syarr ‘kejelekan’, ‘kesusahan’, ‘kerugian’, adalah sesuatau yang dibenci dan sangat tidak dikehendaki oleh manusia. Sedangkan Al-Khair ‘kebaikan’, ‘kesenangan’, ‘keuntungan’, merupakan sesuatau yang dikehendaki dan diinginkan oleh manusia.namun demikian suka atau tidak suka, keduanya yang sangat bertentangan itu merupakan bagian dari realitas kehidupan manusia yang mesti dihadapi secara bijaksana. Kebaikan, kesenangan, dan keuntungan yang merupakan bagian dari anugerah Allah hendaknya diterima dengan hati penuh syukur kepada-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Sebaliknya, keburukan, kesusahan, dan kerugian, hendaknya disikapi dengan jiwa yang penuh kesabaran dan ketabahan disertai tawakal kepada-Nya.
”Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya”. Ini adalah ayat yang mentakhish keumuman lafal al-Insan. Artinya, bahwa orang-orang yang tetap mengerjakan sholat tidak termasuk manusia yang menolak kebaikan dengan tidak mensyukurinya dan menyesali kejelekan dengan tidak sanggup bersikap sabar menghadapinya. Orang yang selalu mendirikan sholat memiliki hubungan dan ketergantungan vertikal yang sangat kuat kepada Allah SWT. dan akan selalu memposisikan kebaikan dan keburukan yang menimpanya sebagai batu ujian keimanan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anbiyaa ayat 35
”Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.”
Sholatihim da-imun dalam ayat diatas menegaskan bahwa shalat yang akan menetralisir manusia sebagai mahluk yang berkeluh kesah adalah sholat yang dilakukan secara terus menerus. Dalam bahasa Arab, berarti mengerjakan sesuatau secara terus menerus dan tidak pernah berhenti. Orang tidak pernah berhenti kentut (maaf !) Jadi, shalat da-im ialah shalat yang dialksanakan selamanya dan tanpa henti. Shalat da-im maksudnya melaksanakan dan mengaplikasikan ruh dan nilai-nilai dari ajaran ritualitas shalat kedalam gerakan hidup sehari-hari sejak bangun pagi hingga beranjak tidur.
Menurut penjelasan dari ayat diatas, bahwa orang yang setia melaksanakan shalat dan berusaha menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari adalah orang yang tidak akan berkeluh kesah menghadapi sesulit apapun kehidupan ini.
Kelompok orang yang tidak akan mengalami keluh kesah, yaitu
(1) orang-orang yang memberikan sebagian hak kekayaannya kepada fakir miskin,
(2) orang-orang yang membenarkan akan datangnya hari pembalasan,
(3) orang-orang yang merasa takut akan siksaaan Allah,
(4) orang-orang yang memelihara kemaluannya selain kepada istri-istrinya,
(5) orang-orang yang memelihara amanat,
(6) orang-orang yang selalu memberikan kesaksian yang benar.[2]

2.      QS. Al-Rum: ayat 54.
      اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ
                         الْقَدِير الْعَلِيمُ وَهُوَ ۚ يَشَاءُ مَا يَخْلُقُ ۖ وَشَيْبَةً ضَعْفًا


Artinya: “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuas,”(QS.Al-Rum:54)

Tafsir / Penjelasan :
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dan melengkapinya dengan sifat yang unggul. Keunggulannya dibandingkan seluruh makhluk sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan intelektualnya yang khas dalam berpikir dan memahami, dan kesiapannya untuk belajar dan mengembangkan budaya tidak perlu dipertanyakan lagi. Pernahkah kita berpikir, mengapa meski memiliki seluruh sifat yang unggul ini manusia memiliki tubuh yang sangat rentan, yang selalu lemah terhadap ancaman dari luar dan dalam? Mengapa begitu mudah terserang mikroba atau bakteri, yang begitu kecil bahkan tidak tertangkap oleh mata telanjang? Mengapa ia harus menghabiskan waktu tertentu setiap harinya untuk menjaga dirinya bersih? Mengapa ia membutuhkan perawatan tubuh setiap hari? Dan mengapa ia bertambah usia sepanjang waktu?
Manusia bukan makhluk super, walaupun manusia makhluk yang diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna, tetapi manusia adalah makhluk yang paling lemah diantara makhluk-makhluk lainnya. Dengan makhluk yang tidak bernyawa seperti angin,air,tanah dan api pun manusia tidak bisa melawannya. Angin jika telah menjadi angin puting beliung akan mengancam jiwa manusia. Air jika menjadi air bah dan tsunami akan melenyapkan peradaban manusia. Tanah jika bergunjang dan longsor akan mengubur manusia. dan api jika telah berkobar membara akan menghanguskan manusia. Tak ada yang patut disombongkan pada diri manusia. La haula wala quwata illah Billah. Tiada daya dan upaya melainkan dari Allah.
3.      QS. AL-Ahzab: 72.
ِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ
إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا * لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا .
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. Sehingga Allah mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Al-Ahzab: 72-73)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah melakukan komunikasi dengan menawarkan al-Amanat kepada langit, bumi dan gunung sebelum kemudian diterima oleh manusia.
Dalam Mufradat fi Ghorib Al-Qur’an, Raghib al-Isfahany mengartikan al-Amanat dengan akal, karena dengan akallah pengertia tauhid, keadilan, pelajaran huruf-huruf hijaiyah, segala yang dapat diketahui dan diperbuat manusia tentang keindahan. Dengan akal, manusia diunggulkan diatas mahluk-mahluk lain. Sedangkan al-Zamakhsyari lebih memilih makna ketaatan sambil mentakwilkan kata al-haml dalam rangka penolakan. Sementara Ibn Jarir al-Thabrani, didalam tafsirnya, memilih memaknai amanat didalam agama, dan amanat-amanat dalam kehidupan manusia.
Kata amanat alam bentuk tunggal muncul dalam Al-Qur’an hanya satu kali, yaitu pada QS. Al-Baqarah : 283, dalam kaitannya dengan pencatatan hutang:
”Kalau kamu dalam perjalanan dan kamu tidak menemukan seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang, tetapi bila kedua belah pihak sudah saling mempercayai, hendaklah yang dipercayai menunaikan amanatnya.”
Apabila ktia memperhatikan kata amanat dengan kaitan kontekstualnya pada surat Al-Ahzab :72, ada beberapa qarinah yang membedakan artinya dengan arti amanat, yaitu : Pertama, sebagaiamana telah sering disinggung bahwa kata amanat pada ayat ini dalam bentuk tunggal dan diawali dengan al yang menunjukan kekhususan. Kedua,kata al-amanat dikaitkan dengan kata al-insan , bahwa al-amant itu ditawarkan kepada manusia dalam pengertian al-Insan dimana ia sendiri sanggup menerima dan memikulnya. Dan ketiga, langit, bumi, dan gunung-gunung yang untuk pertama kalinya menerima tawaran tersebut, semua menolaknya.
Setiap alam semesta selain manusia, berjalan dengan hokum alamnya secara terpaksa dan penuh kepatuhan, tanpa harus menanggung resiko dari apa yang telah diperbuatnya. Seandainya langit menghujani bumi dengan gemuruh petirdan menahan turunnya hujan sehingga bumi rusak kekeringan tidak ada tanaman, atau seandainya langit berbaik hati menyirami bumi sehingga hidup kembali, maka langit sama sekali tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu. Sama halnya seandainya bumi berguncang merusak pemukiman dan segenap hidup, kemudian memuntahkan lahar panas dan mengahncurkan yang ada, atau dia berbaik hati dengan mengeluarkan barang-barang tambang yang berharga dan minyak yang melimpah sehingga penduduknya makmur sejahtera. Hanya manusialah yang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, yang menghasilkan pahala atau siksa. Tak seorang pun yang menanggung akibat perbuatan orang lain. Dan tidak satupun perbuatan yang tanpa balasan. In khairan fa khairan wa in syarran fa syarrun[3]

4.      QS. Al-Balad90:4-8.
(٥)أَيَحْسَبُ أَنْ لَنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ (٤)لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي كَبَدٍ
دًايَقُولُ أَهْلَكْتُ مَالا لُبَ
Artinya:
1.      Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.
2.      Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorangpun yang berkuasa atasnya?
3.      dan mengatakan: "Aku telah menghabiskan harta yang banyak".\
4.      Apakah Dia menyangka bahwa tiada seorangpun yang melihatnya?\
5.      Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata,

Pejelasan:
Maka mana jawab sumpah ini,sesuatu yang ingin disampaikan Allah sehingga menggunakanqosam(sumpah),adalah kalimat ‘laqod kholaqnal insana fii kabad’(sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam kondisi susah dan payah).Berarti statement ini adalah statement yang sangat penting karena menggunakan sumpah,juga menggunakan ‘la’ ada tauhid,kemudian ada ‘qod’ memiliki makna tauhid(sungguh-sungguh/benar-benar)kami telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah,dan tujuannya adalah agar kita memiliki perhatian terhadap masalah ini,bahwa manusia diciptakan oleh Allah itu harus susah payah,dalam masalah menghadapi dunia ini,yaitu untuk beribadah,maka dalam beribadah dan beriman itu banyak susah payahnya.Jadi,mempertahankan eksistensi keimanan kita juga berat dan susah payah,banyak rintangannya.Oleh karena itu,kita harus menjadikan dunia ini untuk bersusah payah untuk mencari kebahagiaan diakhirat.Kemudian ‘kabad’ ini memiliki makna yang lain,hati yang berani,manusia diciptakan oleh Allah memiliki hati yang berani berbuat maksiat,keras hatinya. (Apakah dia mengira bahwa tidak ada orang yang menguasainya,apakah manusia itu mengira bahwa sekali-kali tidak ada seorang pun yang berkuasa atas dirinya).Ini adalah manusia yang sombong,meyakini tidak ada orang yang lebih kuat darinya.
Ayat ini ada asbabun nuzui-nya,ada orang kafir namanya abul assudail aljumai,dia itu bangga dengan kekuatannya,yaitu pernah di uji coba di sebuah pasar di Mekkah,dia mengambil satu kain di pasar itu,kemudian dia injak,kemudian dia adakan sayembara,barangsiapa yang dapat menarik kain ini maka ia akan mendapatkan hadiah darinya,dan tidak ada satu pun yang dapat menariknya.Sampai kemudian akhirnya damai,kelompok itu bersatu sebanyak 10 orang yang kemudian menginjak kain itudan ternyata akhirnya yang kalah adalah kain yang robek.Dan orang ini adalah orang yang memusuhi Rasulullah SAW.Pernah ada kisah yaitu Rukanah seorang pegulat tangguh yang pernah menantang Rasulullah,jadi kalau dia menang dia akan masuk islam,tapi kalau Rasul kalah maka Rasul tidak boleh menyebarkan islam.Sampai ketiga kali banting tetap dimenangkan Rasulullah,akhirnya Rukanah kalah akhirnya dia masuk islam.
Walaupun asbabun nuzul-nya kepada abul assudail aljumail,namun ayat ini ditujukan keseluruh manusia,bahwa manusia dengan sebesar apapun kekuatannya,tidak boleh menyombongkan diri,contohnya seperti fir’aun bangga dengan kerajaannya,hancur di tengah lautan.Haman juga hancur di tengah lautan karena bangga dengan prajuritnya yang begitu besar.Qorun hancur dengan kekayaannya.jadi,kekuatan apapun yang diberikan Allah SWT kepada kita tidak boleh membuat kita kufur kepada Allah SWT.
Mereka mengatakan : “aku telah menghabiskan uangku (untuk memusuhi Nabi Muhammad).Adalah sindiran Allah dalam ayat ini.
Asababun nuzul-nya adalah ayat ini turun kepada orang yang masuk islam yang bernama Amir bin Naufal,dia mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW ketika melakukan sebuah dosa dan meminta sebuah fatwa, “Ya,Rasulullah!saya telah melakukan maksiat apa yang harus saya lakukan?”.kemudian kata Rasulullah memerintahkan agar dia membayar kafarat (membayar sejumlah uang untuk menebus kesalahannya),jadi kafarat ada dalam islam tetapi hanya pada perbuatan-perbuatan tertentu,misalnya:berhubungan suami-istri siang hari di bulan Ramadhan,dzihar,ila,sumpah yang tidak dipenuhi,nazar yang tidak dipenuhi,selain itu harus bertaubat dan ada hukumannya,lalu Amir bin Naufal menjawab : “kalau seperti ini hartaku habis hanya untuk membayar kafarat dan infak sejak saya masuk agama Muhammad”.sehingga penyesalan orang ini dibantah oleh Allah SWT padahal yang dikeluarkannya tidak banyak,sedangkan yang diberikan Allah kepadanya jauh lebih banyak dari pada pemberiannya.Maka ayat selanjutnya:
 (Ia mengira bahwa tidak ada yang melihatnya) Ia mengira bahwa kata-kata riya itu tidak ada yang melihatnya padahal Allah SWT tahu seberapa besar uang yang digunakan untuk membayar kafarat dan nafkah itu sebenarnya sedikit,tapi dia mengira itu banyak.
(Kemudian lubada itu artinya jamak jadi artinya begitu banyak ia keluarkan hartanya).
Apakah ia mengira bahwa tidak satupun orang yang melihatnya padahal Allah SWT melihat itu semuanya.Termasuk ayat ini maknanya adalah Apakah mereka mengira bahwa Allah SWT tidak akan menanyakan hartanya pada hari kiamat dari mana dia dapat dan kemana dia infaqkan,menurut Qotadahseorang tabi’in.Maknanya diantaranya ini adalah kondisi orang-orang yang tidak beriman dimana ia tidak meyakini bahwa apa yang ia kerjakan itu dilihat oleh Allah SWT.Maka kesombongan-kesombongan mereka dibantah oleh Allah SWT dengan menghadirkan kenikmatan-kenikmatan lebih besar daripada itu,maka pada episode yang kedua Allah SWT menyebutkan nikmat-nikmat yang diberikan Allah SWT kepadanya.Jadi,kondisi orang-orang kafir tadi kemudian dibantah oleh Allah SWT dengan ayat ke-8. (Bukankah kami telah menjadikan untukmu sepasang mata) Artinya kalau mereka tidak mempunyai mata,tak mungkin mereka kaya,menjadi kuat,jadi harus ingat terhadap apa yang diberikan oleh  Allah,karena mata ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk meraih itu semua.Dan dengan mata ini pula kita bisa melihat suasana alam,mentadaburi ayat-ayat Allah,bisa membaca Al-Qur’an.[4]

5.QS. Al-Nisa’:28-29.
                                                                      ٢٨﴾ ) يُرِيدُ  اللّٰـهُ  أَن  يُخَفِّفَ  عَنكُمْ  ۚ  وَخُلِقَ  الْإِنسٰنُ  ضَعِيفًا                   
يٰٓأَيُّهَا  الَّذِينَ  ءَامَنُوا۟  لَا  تَأْكُلُوٓا۟  أَمْوٰلَكُم  بَيْنَكُم  بِالْبٰطِلِ  إِلَّآ  أَن  تَكُونَ  تِجٰرَةً  عَن  تَرَاضٍ  مِّنكُمْ  ۚ  وَلَا  تَقْتُلُوٓا۟  أَنفُسَكُمْ  ۚ
  إِنَّ  اللّٰـهَ  كَانَ  بِكُمْ  رَحِيمً ) ٢٩﴾ 
Artinya:
28.  Allah hendak memberikan keringanan kepadamu[286], dan manusia dijadikan bersifat lemah.
29.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu.Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Tafsir / Penjelasan :
Manusia menganggap semua kebutuhan ini adalah fenomena alami. Namun, sebagai manusia, keperluan perawatan tersebut memiliki tujuan tersendiri. Setiap detail kebutuhan manusia diciptakan secara khusus. Kebutuhan manusia yang tanpa batas diciptakan dengan sengaja, agar ia mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah dan bahwa dunia ini adalah tempat tinggalnya yang sementara.
Manusia tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap tanggal dan tempat kelahirannya. Sebagaimana halnya, ia tidak pernah mengetahui di mana atau bagaimana ia akan meninggal. Lebih lanjut lagi, seluruh usahanya untuk membatasi faktor-faktor yang berpengaruh negatif bagi hidupnya adalah sia-sia dan tanpa harapan.
Manusia memang memiliki sifat rentan yang membutuhkan banyak perawatan untuk tetap bertahan. Ia pada hakikatnya tidak terlindungi dan lemah terhadap kecelakaan tiba-tiba dan tak terduga yang terjadi di dunia. Sama halnya, ia tidak terlindungi dari risiko kesehatan yang tidak dapat diperkirakan, tak peduli apakah ia penghuni peradaban yang tinggi atau pedesaan di gunung yang terpencil dan belum maju. Sepertinya setiap saat manusia dapat mengalami penyakit yang tak tersembuhkan atau mematikan. Kapan pun, dapat terjadi suatu kecelakaan yang menyebabkan kerusakan tak tersembuhkan pada kekuatan fisik atau daya tarik seseorang yang tadinya membuat cemburu. Lebih jauh, hal ini terjadi pada seluruh manusia: apa pun status, kedudukan, ras, dan sebagainya, tidak ada pengecualian terhadap akhir tersebut. Baik kehidupan seorang pesohor dengan jutaan penggemar dan seorang penggembala biasa dapat berubah secara drastis pada suatu saat karena kecelakaan yang tidak terduga.
Tubuh manusia adalah organisme lemah yang terdiri dari tulang dan daging dengan berat rata-rata 70-80 kg. Hanya kulit yang lemah melindunginya. Tidak diragukan, kulit yang sensitif ini dapat dengan mudah terluka dan memar. Ia menjadi pecah-pecah dan kering ketika terlalu lama terkena sinar matahari atau angin. Untuk bertahan terhadap berbagai gejala alam, manusia harus berjaga-jaga terhadap dampak lingkungan.
Meskipun manusia dilengkapi dengan sistem tubuh yang luar biasa, "bahan-bahan" nya (daging, otot, tulang, jaringan saraf, sistem kardiovaskuler dan lemak) cenderung meluruh. Bila manusia terdiri dari bahan lain, bukan daging dan lemak, bahan yang tidak memberi jalan bagi penyusup dari luar seperti mikroba dan bakteri, tidak akan ada kesempatan untuk menjadi sakit. Bagaimanapun, daging adalah zat yang paling lemah: ia menjadi busuk bahkan berulat bila dibiarkan pada suhu ruang untuk beberapa waktu.Untuk senantiasa mengingatkan kepada Allah, manusia acap kali merasakan kebutuhan pokok tubuhnya. Jika terkena cuaca dingin, misalnya, ia mengalami risiko kesehatan; sistem kekebalan tubuhnya perlahan-lahan "jatuh". Pada saat tersebut, tubuhnya mungkin tidak dapat menjaga temperatur tubuh konstannya (37ºC) yang penting untuk kesehatan yang baik.1 Laju jantungnya melambat, pembuluh-pembuluh darahnya berkontraksi, dan tekanan darah meningkat.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia yang memiliki dimensi biologis dan psikologis mengalami evolusi perkembangan. Secara biologis manusia dilahirkan dengan penuh keterbatasan. Tidak seperti beberapa contoh hewan yang beberapa saat setelah dilahirkan oleh induknya bisa langsung berdiri dan berjalan. Organ-organ manusia ketika masih bayi begitu lemah dan rentan sehingga membutuhkan bantuan orang lain dalam bentuk latihan-latihan untuk bisa menyempurnakan evolusi biologisnya.
Oleh karena itu, kelemahan Manusia dalam Pandangan Al-Quran, Allah SWT dalam Al-Quran menyebutkan manusia sebagai maujud yang mulia dan tinggi, disisi lain juga menyebutkan kelemahan-kelemahannya.


DAFTAR PUSTAKA
Kholil, Moenawar. 1985. Al-Qur’an Dari Masa ke Masa. Solo: C.V Ramadhani
Anwar, Rosihon. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
DR. H. Abuddin Nata, MA. 2008. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.





[1] DR. H. Abuddin Nata, MA. 2008. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

[2] Kholil, Moenawar. 1985. Al-Qur’an Dari Masa ke Masa. Solo: C.V Ramadhani
[3] Anwar, Rosihon. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
[4] Kholil, Moenawar. 1985. Al-Qur’an Dari Masa ke Masa. Solo: C.V Ramadhani
[5] Kholil, Moenawar. 1985. Al-Qur’an Dari Masa ke Masa. Solo: C.V Ramadhani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar