BAB I
PENADHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Abudin nata mengatakan, bahwa peserta didik diartikan
dengan orang yang telah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan
pengarahan. Manusia sejak dalam rahim ibu sampai meninggal dunia mengalami
proses tumbuh dan berkembangtahap demi tahap. Begitu pula kejadian alam semesta
ini diciptakan oleh Tuhan dala proses setingkat demi setingkat. Tidak ada satu
makhluk ciptaan Tuhan di atas dunia ini dapat mencapai kesempurnaan dan
kematangan hidup tanpa melalui proses.
Demikian pula pendidikan sebagai salah satu usaha untuk
membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan tidak
hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Pendidikan tidak
hanya terbatas pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia, melainkan juga
mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia untuk menjadi yang sempurna.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud peserta didik dalam hadits?
2. Bagaimana hadist tentang peserta
didik ?
3. Apa pengertian dari peserta didik ?
4. Bagaimana sifat-sifat dan karakter
dari peserta didik ?
5. Bagaimana kode etik dari peserta
didik ?
6. Bagaimana syarat-syarat peserta
didik ?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk mengetahui dan mengerti hadist
tentang peserta didik.
2. Untuk mengetahui dan mengerti
tentang pengertian dari peserta didik.
3. Untuk mengetahui dan mengerti
sifat-sifat serta karakter dari peserta didik.
4. Untuk mengetahui dan mengerti
tentang kode etik dari peserta didik.
5. Untuk mengetahui dan mengerti
tentang syarat-syarat peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian peserta Didik
Peserta didik adalah orang yang
menuntut ilmu di lembaga pendidikan, bisa disebut sebagai murid, santri ataupun
mahasiswa. Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang
sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
ke arah optimal kemampuan fitrahnya.
Secara etimologi peserta
didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz ( jamaknya )
adalah Talamidz, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah
“orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan
istilah Thalib, ( jamaknya ) adalah Thullab, yang
artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini
sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
“Siapa yang menuntut
ilmu dan mendapatkannya, maka Allah mencatat baginya dua bagian”. (HR. Thabrani)
Namun itu semua tidak terlepas dari
keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan
pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam diri peserta didik
terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui
dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik
tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga tidak mengenali
potensi yang dimilikinya.
Dalam undang-undang No. 20 tahun
2003, dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Abudin nata mengatakan, bahwa
peserta didik diartikan dengan orang yang telah memerlukan pengetahuan atau
ilmu, bimbingan dan pengarahan
Sehubungan dengan itu, samsul nizar[1]
memberikan kriteria peserta didik kepada lima kriteria:
1.
Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasatetapi memiliki
dunia sendiri.
2.
Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan
pertmbuhan.
3.
Peserta didik adalah makhluk allah yang memiliki perbedaan
individu baik di sebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungandimana ia berada
4.
Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rihani,
unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal, hati
nurani dan nafsu.
5.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau
fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Sementara di pihak lain, Oemar
Hmalik mengemukakan beberapa aspek yang perlu diketahuiuntuk mengenal peserta
didik.
a.
Latar belakang masyarakat.
b.
Latar belakang keluarga.
c.
Tingkat inteligensi.
d.
Hasil belajar.
e.
Kesehatan badan.
f.
Hubungan-hubungan antar pribadi.
g.
Kebuthan-kebutuhan emosiional.
h.
Sifat-sifat kepribadian.
i.
Bermacam-macam minat belajar.[2]
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa peserta didik adalah setiap orang yang meluangkan waktunya untuk belajar
kepada seorang pendidik. Peserta didik adalah orang yang berada dalam fase
pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikis. Dengan demikian
ia tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang berukuran kecil karena
mempunyai spesifikasi tersendiri.
Rasulullah SAW, sangat memberikan
perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga ditemukan
hadits-hadits yang membicarakan tentang mencari ilmu pengetahuan. Perhatian
yang demikian tinggi, karena rasulullah juga menyatakan dirinya sebagai
pendidik. Rasulullah lebih mengutamakan majlis orang yang belajar dari pada
majlis ahli ibadah. Diantara hadits yang membicarakan tentang peserta didik
adalah sebagai berikut.
حدثنا مسدد قال,حدثنا بشر قال, حدثنا
ابن عون, عن ابن سبرين, عن عبد الرحمن بن ابي بكرة عن ابيه ... قال النبي,
"من يرد الله به خيرا يفقهه الله وانما العلم بالتعلم." (رواه
[3](يالبخار
Artinya : menceritakan kepada kami musaddad, berkata
menceritakan kepada kami bysr, ia berkata, menceritakan kepada kami ibn ‘aub,
dari ibn sirin, dari abdurrahman ibn abu bakrah dari ayahnya. Nabi SAW
bersabda, “ barang siapa dikehendaki baik dari allah, maka ia dikaruniai
kepahaman agama. Sesungguhnya ilmu itu hanya diperoleh dengan belajar.(HR.
Bukhari)
حدثنا الحميد قال, حدثنا سفيان قال,
حدثني اسماعيل بن ابى خالد على غير ما حدثناه نبيزهري قال, سمعت بن قيس بن ابي
حازم قال, سمعت عبد الله بن مسعودقال, قال النبي صلى الله عليه وسلم," لاحسد
إلا في اثنتين: رجل اتاه الله ما لا فسلط على هلكته في [4]الحق,
ورجل اتاه الله الحكمة فهويقضى بها ويعلمها." (رواه البخاري)الحق,
Artinya : menceritakan kepada kami
humaid, ia berkata, menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan
kepadaku isma’il ibn abu khalid atas selain yang kami ceritakan olehnya
al-zuhriy, ia berkata, “ aku mendengar ibn qais ibn abu hazim, ia berkata, aku
mendengar ‘abdullah ibn mas’ud berkata, nabi SAW bersabda,” tidak boleh iri
hati kecuali dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh allah lalu
harta itu di kuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki di
beri hikmah oleh allah dimana ia memutuskan perkara dan mengajar dengannya.”
(HR. Bukhari)
,حدثنى ابن ابي مليكة,قال,اخبرنا نافع
بن عمر, ابى مرية قال حدثنا سعيد بن
النبي صلى الله ,ان عائشة زوجة,حدثنى
ابن ابي مليكة,قال,عمر,اخبرنا نافع بن,
[5](البخارىكانت لاتسمع شيئا إلا راجعت
فيه جتى تعرفه ... (رواه,وسلم
Artinya : menceritakan kepada kami
sa’id ibn abi maryam, ia berkata, memberitakan kepada kami na’fi ibn umar, ia
berkata, menceritakan kepadaku ibn abu mulaikah, bahwasanya ‘Aisyah istri Nabi
SAW, tidak pernah mendengar sesuatu yang tidak diketahuinya melainkan ia
mengulangi lagi sehingga ia mengetahuinya benar-benar (HR. Bukhari).
____سعيد
حدثني,قال الليث حدثني,قال حدثني,حدثنا عبد الله بن يوسف قال
,ئذن
لي ايها الامير,, الى مكةانه قال لعمروبن سعيد ___ وهويبعث المبعوث
احدث
قولا قام به النبي صلى الله عليه وسلم الغدمن يوم الفتح, سمعته اذناي, ووعاه
قلبي,
وابص
رته
عيناي, حين تكلم به حمد الله واثنى عليه, ثم قال, " ان مكة حرمها الله
ولا
يحرمها للناس, فلا يحل لأمرىء يؤ من بالله واليوم الاخر ان يسفك دما, ولا يعضد
بها
شجرة, فإن احد ترخص لقتال لرسوا الله صلى الله عليه وسلم فيها سلعة من نهار,
[6]ثم عادت حرمتها اليوم كحرمتها بالأمس,
وليبلغ الشاهد الغائب." (رزاه البخارى).
Artinya : menceritakan kepada kami ‘Abdullah ibn yusuf, ia
berkata, menceritakan kepadaku laits, ia berkata, menceritakan kepadaku sa’id
dari abu suraih, bahwanya ia berkata, kepada amr bin sa’id, ketika ia mengirim
pasukan ke makkah, “izinkanlah saya wahai amir untuk menyampaikan kepadamu
suatu pekerjaan yang di sabdakan nabi SAW. Pada pagi hari pembebasan (mekah).
Sabda beliau itu terdengar oleh kedua telinga saya, dan hati saya
memeliharanya, serta dua mata saya melihat ketika beliau menyabdakannya. Beliau
memuja allah dan menyanjungNya, kemudian beliau bersabda, “sesungguhnya makkah
itu di mulyakan oleh allah ta’ala dan manusia tidak memulyakannya, maka tidak
halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari akhir menumpahkan darah
di makkah, dan tidak halal menebang pepohonan di sana. Jika seseornag memandang
ada kemurahan (untuk berperang) berdasarkan peperangan rasulullah SAW. Disana,
maka katakanlah [kepadanya], sesungguhnya allah telah mengizinkan bagi
rasulNya, tetapi tidak mengizinkan bagimu, dan allah hanya mengizinkan
bagikusesaat di suatu siang hari, kemudian kembali kemuliaannya (diharamkannya)
pada hari itu seperti haramnya kemarin.” Orang yang hadir hendaklah
menyampaikannya kepada yang tidak hadir (ghaib). (HR. Bukhari)
Menceritakan kepada kami ali ibn abdullah, ia berkata,
menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku umar, ia
berkata, memberitakan kepadaku wahabibn munabbih, ia berkata, aku mendengar abu
hurairat berkata, “ tiads eorangpun dari sahabat nabi SAW yang lebih banyak
meriwayatkan hadits yang diterima dari beliau SAW dari pada saya, melainkan apa
yang didapat dari abdullah bin amr, sebab ia mencatat hadits sedang saya tidak
mencatatnya,” (HR. Bukhari)[7]
Menceritakan kepada kami abu nu’aim fadhlu ibn dukain, ia
berkata, menceritakan kepada kami syaiban dari yahya, dari abi salamat, dari
abu hurairat:.... seorang laki-laki datang dari yaman, dan berkata, “tuliskan
untukku ya rasulullah! Rasulullah SAW bersabda, “tuliskanlah untuk ayah si
fulan.” (HR. Bukhari).[8]
Menceritakan kepada kami musaddad, ia berkata, menceritakan
kepada kami bisyr, ia berkata, menceritakan kepada kami ibn ‘Aub, dari Ibn
sirin, dari abdurrahman ibn abu bakrah dari ayahnya... rasulullah bersabda, “
siapa yang berusaha mencari ilmu, allah akan memudahkan baginya jalan menuju
syurga.” (HR. Bukhari)[9]
Menceritakan kepada kami ahmad ibn abu bakar al-shiddiq abu
masg’aub, ia berkata, menceritakan kepada kami muhammad ibn ibrahim ibn dinar,
dari ibn abi dzi’bu, dari sa’id al-maqburiy, dari abu hurairat, ia berkata, aku
berkata kepada rasulullah SAW, “ wahai rasulullah, sesungguhnya aku banyak
mendengar hadits dari engkau, lalu aku lupa?” rasulullah SAW bersabda, “
hilangkan perkara yang burukmu,” lalu aku menghilangkannya.... lalu rasulullah
SAW bersabda, “ hapalkanlah,” lalu aku menhapalkannya,” setelah itu aku tidak
melupakan suatu hadits pun setelah itu,” (HR. Bukhari).[10]
Menceritakan kepada kami isma’il, ia berkata, menceritakan
kepadaku saudaraku, dari ibn abi dazi’bu, dari sa’id al-maqburiy, dari abu
hurairat, ia berkata, “saya hafal dari nabi dua tempat. Adapun salah satu dari
keduanya, maka saya siarkan (hadits itu). Seandainya yang lain saya siarkan,
niscaya terputuslah tenggoro’an ini”. (HR. Bukhari)[11]
Berkata mujahid, “pemalu dan sombong tidak akan dapat
mempelajari pengetahuan agama.”aisyat berkata, “sebaik-baik kaum wanita adalah
kaum wanita anshar, mereka tidak di halang-halangi rasa malu untuk mempelajari
pengetahuan yang mendalam tentang agama. (HR. Bukhari).[12]
Menceritakan kepada kami hajjaj, berkata, menceritakan kepada kami syu’bat berkata, menceritakan kepadaku ‘Ali ibn mudrik, dari abi zur’ah, dari jarir bin abdullah, mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda kepadanyapada waktu mengerjakan haji wada’, “diamkanlah manusia!” lalu beliau bersabda, “sesudahku nanti janganlah kamu menjadi kafir, dimana sebagian kamu memotong leher sebagian yang lain.” (HR. Bukhari).[13]
Dari uraian hadits diatas, untuk
mewujudkan peserta didikyang berkualitas berdasarkan tinjauan hadits dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ilmu itu hanya diperoleh
dengan belajar. Artinya, seseorang tidak bisa hanya bercita-cita, akan tetapi
harus di iringi dengan ikhtiar. Orang-orang yang berikhtiar untuk belajar,
kelak akan dikaruniai kepahaman agama yang pada akhirnya akan menghantarnya
menuju kemuliaan dan kebaikan.
b.
Peserta didik diperbolehkan iri hati kepada orang lain yang
memiliki ilmu pengetahuan yang luas, sebagai cambuk untuk rakus dalam menuntut
ilmu pengetahuan, sehingga dengan semangat menuntut ilmu itu, diharapkan akan
menyebar ilmu pengetahuan di muka bumi.
c.
Peserta didik hendaknya selalu menghafal dan mengulangi
pelajarannya, sehingga betul-betul menguasai materi yang telah disampaikan oleh
pendidik. Hal ini bertujuan agar ia dapat menggunakan ilmu tersebut kapanpun
dibutuhkan, sesuai dengan kondisi yang ada.
d.
Peserta didik yang hadir menuntut ilmu tidak boleh kikir,
untuk menyampaikan ilmu kepada orang-orang yang tidak hadir. Hendaknya dengan
hati-hati yang tulus mengajarkan ilmu tersebut kepada orang yang tidak sempat
hadir.
e.
Peserta didik hendaknya menuliskan, ilmu yang disampaikan
oleh pendidik, sehingga terjaga. Sekiranya terlupakan masih bisa dilihat
catatannya dan mengulangi kembali pelajaran yang telah diberikan pendidik
meskipun dalam jangka waktu yang lama.
f.
Peserta didik hendaknya menyadari bahwa dalam menuntut ilmu
tersebut, ia berada dalam ridho allah SWT, dan mempermudah baginya jalan menuju
syurga.
g.
Peserta didik hendaknya berniat untuk mengajarkan ilmu yang
diperolehnya untuk disebarkan dan diajarkan kepada orang lain agar bermanfaat
bagi dirinya dan bagi orang lain.
h.
Peserta didik tidak boleh malu belajar, karena orang yang
malu dan sombong tidak akan dapat mempelajari ilmu agama. Sebaik-baik pelajar
adalah yang tidak malu bertanya, apabila sesuatu yang belum dipahaminya selama
tidak melanggar etika peserta didik.
i.
Peserta didik hendaknya diam dan tenang, tidak ribut pada
saat belajar, karena dapat mengurangi ketenangan belajar dan mengganggu
konsentrasi guru pada saat mengajar.
Berkaitan dengan sifat-sifat peserta didik, al-ghazali merumuskan adab peserta didik dalam menuntut ilmu sebagai berikut:
1. Mengawali langkah dengan menyucikan hati dari prilaku yang buruk dan sifat-sifat tercela.
Berkaitan dengan sifat-sifat peserta didik, al-ghazali merumuskan adab peserta didik dalam menuntut ilmu sebagai berikut:
1. Mengawali langkah dengan menyucikan hati dari prilaku yang buruk dan sifat-sifat tercela.
2.
Mengurangi dari segala keterkaitan dengan
kesibukan-kesibukan duniawi dan menjauhkan dari keluarga dan kota tempat
tinggal.
3.
Hendaknya ia tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak
pula menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang mengajarinya, tetapi menyerahkan
bulat-bulat kendali dirinya kepadanya dan mematuhi segala nasihatnya.
4.
Bagi seorang pemula dalam upaya menuntut ilmu, ialah tidak
memalingkan perhatiannya sendiri untuk mendengar pendapat-pendapat manusia yang
bersimpang siur, baik ilmu yang sedang ia pelajari termasuk ilmu-ilmu dunia
atau ilmu-ilmu umum.
5.
Menunjukkan perhatiannya yang sungguh-sungguh kepada
tiap-tiap disiplin ilmu yang terpuji, agar dapat mengetahui tujuan
masing-masing.
6.
Hendaknya ia tidak melibatkan diri didalam berbagai macam
ilmu pengetahuan secara bersamaam, melainkan melakukan dengan menjaga urutan
posisinya, yakni melalui ilmu yang paling penting.
7.
Hendaknya ia tidak melibatkan diri dalam suatu bagian ilmu
sebelum menguasai bagian yang sebelumnya. Sebab, semua ilmu berurutan secara
teratur.
8.
Hendaknya ia berusaha mengetahui apa kiranya yang menjadi
sesuatu menjadi semulia-mulia ilmu. Hal ini dapat diketahui dengan
memperhatikan dua hal;
a. Kemuliaan buah dari ilmu tersebut.
a. Kemuliaan buah dari ilmu tersebut.
b.
Kemantapan dan kekuatan dalil yang menopangnya.
9.
Hendaknya penuntut ilmu menjadikan tujuannya yang segera,
demi menghiasi batinnya dengan segala aspek kebijakan. Sedangkan tujuan
selanjutnya, demi mendekatkan diri kepada allah.
B.
Syarat-syarat Peserta
didik
1. Peserta Didik harus Ikhlas
Ikhlas menurut bahasa adalah jujur
dan tulus. Kata ikhlas berasal dari masdar akhlasa, yukhlisu, ikhlasan yang berarti murni dan tampa campuran. Dari
defenisi tersebut maka ikhlas dapa di artikan dengan pemurnian niat yang di
kotori oleh ambisi pribadi dan sifat ingin dipuji orang lain kepada niat semata-mata
untuk mengharap ridho Allah swt dalam
melakukan perbuatan.
Ikhlas merupakan syarat yang harus
dimiliki oleh setiap peserta didik, karena dengan ikhlas peserta didik akan
lebih mudah menerima dan memahami pelajaran yang di berikan oleh pendidik. Sebaliknya
jika peserta didik tidak memiliki keikhlasan maka ilmu yang akan merasa sulit
dipahami bahkan Rasulullah mengatakan tidak akan mencium bau sorga, sebagaimana
sabdanya yang berbunyi:
Dari
Mu'az ibn Jabal, Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menuntut ilmu karena
ingin merasa bangga sebagai ulama, menipu orang bodoh di majlis tidak akan
mencium aroma sorga
Dari
malik, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang
menuntut ilmu karena ingin bangga sebagai alim atau menipu orang-orang bodoh
atau menarik perhatian orang, Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.
Dari
dua hadis di atas dapat pemakalah pahami bahwa, begitu pentingnya keikhlasan
yang harus dimiliki oleh peserta didik. Sehingga pada hadis pertama menyebutkan
peserta didik yang tidak ikhlas dalam menuntut ilmu tidak akan mencium aroma
sorga, dan pada hadis kedua dia akan di masukkan kedalam api neraka.
2. Menghormati Guru
Guru
merupakan orang tua kedua setelah yang melahirkan kita, karena dialah yang
mendidik kita dengan penuh kesabaran sehingga kita menjadi orang yang berilmu.
Maka sebagai peserta didik haruslah menghargai dan menghormati pendidiknya.
Keharusan menghormati pendidik tersebut tergambar dalam hadis Rasulullah,
yaitu:
Ubadah
ibn Shamit meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah termasuk
umatku orang yang tidak memuliakan orang-orang dewasa, tidak menyayangi yang
kecil dan tidak mengenal hak-hak orang alim (guru).
Dalam hadis di atas jelaslah bahwa peserta
didik harus menghormati pendidiknya, sehingga Rasulullah mengatakan bahwa
peserta didik yang tidak menghargai dan menghormati pendidiknya bukanlah
umatnya.
C.
Karakteristik Peserta Didik
1. Memiliki potensi
Semua
manusia di lahirkan dalam keadaan fitrah yaitu suci, sebagian ulama mengatakan
bahwa fitrah tersebut adalah potensi beragama. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw
yang berbunyi:
Abi Hurairah RA meriwayatkan bahwa
Nabi SAW. bersabda “Setiap anak dilahirkan menurut fitrah (potensi beragama
Islam). Selanjutnya, kedua orang tuanyalah yang membelokkannya menjadi Yahudi,
Nasrani, atau Majusi bagaikan binatang melahirkan binatang, apakah kamu
melihat kekurangan padanya?
Dari hadis di atas ada dua hal yang
dapat di pahami yaitu, pertama: setiap mannusia yang lahir memiliki
potensi, baik potensi beragama potensi menjadi orang baik, potensi menjadi
orang jahat dan potensi yang lainya. Kedua: potensi tersebut dapat
dipengaruhi oleh lingkungan terutama orang tua karena merekalah yang pertama
yang sangat berperan dalam menjadikan anaknya menjadi yahudi, nasrani dan
majusi.
Konsep hadis tersebut sesuai dengan
teori konvergensi pada perkembangan peserta didik, yang berpendapat
bahwa setiap anak yang lahir, dalam perkembangannya di pengaruhi oleh keturunan
dan lingkungan. Yaitu setiap anak yang lahir akan di pengaruhi oleh
keturunannya, contoh anak yang terlahir dari keluarga yang baik-baik tentunya
dia akan menjadi anak yang baik serta di pengaruhi oleh ingkungannya. Hanya
saja dalam konsep hadis di atas secara umum manusia lahir memiliki potensi yang
sama.
2.
Memiliki Kemuliaan (Martabat)
Sehubungan
dengan ini ditemukan hadis antara lain:
Dari Anas, saya mendengarkan
Rasulullah saw. bersabda: muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah
pendidikannya.
Hadis tersebut memang perintah
kepada orangtua untuk memuliakan dan
mendidik anaknya dengan bagus, akan tetapi dapat juga kita pahami dari hadis
tersebut tertuju kepada peserta didik, dimana seorang peserta didik harus
memiliki kemulian atau martabat.
Adapun diantara membaguskan
pendidikan anak pada hadis diatas menurut hemat pemakalah yaitu: memberikan
pemahaman-pemahaman kepada anak, memberikan teladan, memilihkan lembaga
pendidikan yang baik bagi perkembangan
anaknnya serta memilihkan teman sebaya yang tidak akan menjerumuskan
anaknya kepada jalan yang tidak baik.
3. Memiliki Kesamaan Derajat
Adapun
kesamaan derajat yang di maksud di sini adalah tidak adanya perbedaan antara
jenis kelamin, perbedaan suku, warna kulit dll dalam menuntut ilmu. Setiap
manusia sama hanya saja perbedaannya pada tingkat ketakwaannya. Sebagaimana
hadis Rasulullah saw, yaitu:
Jabir ibn Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
berkhutbah di depan kami pada pertengahan hari tasyri', beliau bersabda:
Wahai manusia! Ketahuilah sesungguhynya Tuhanmu Esa, nenek moyangmu satu.
Ketehauilah bahwa tidak ada kelebihan bagi orang Arab dari orang non Arab,
tidak pula ada kelebihan orang non Arab dari orang Arab, tidk ada kelebihan
orang yang berkulit merah dari yang berkulit hitam dan tidak pula sebaliknya,
kecuali karena takwanya. Bukankah telah saya sampaikan?
4.
Memiliki Perbedaan Kecerdasan
Diriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa Rasulullah SAW pernah
berkata: “Sesungguhnya perumpamaan hidayah (petunjuk) dan ilmu Allah SWT
yang menjadikan aku sebagai utusan itu seperti hujan yang turun ke Bumi. Di
antara Bumi itu terdapat sebidang tanah subur yang menyerap air dan sebidang
tanah itu rumput hijau tumbuh subur. Ada juga sebidang tanah yang tidak
menumbuhkan apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan air. Padahal, AlIah SWT
menurunkan air itu agar manusia dapat meminumnya, menghilangkan rasa haus, dan
menanam. Ada juga sekelompok orang yang mempunyai tanah gersang yang tidak ada
air dan tidak tumbuh apa pun di tanah itu. Gambaran tersebut seperti orang yang
mempunjai ilmu agama Allah SWT dan mau memanfaatkan sesuatu yang telah
menyebabkan aku diutus oleh Allab SWT kemudian orang itu mempelajari dan
mengerjakannya.Dan seperti orang yang sedikitpun tidak tertarik dengan apa yang
telah menjebabkan aku diutus oleh Allah SWT. Ia tidak mendapat petunjuik dari
Allah SWT yang karenanya aku menjadi utusan-Nya.
Hadis ini memggambarkan perbedaan antara manusia dalam
kemampuan belajar, memahami dan mengingatnya. Menurut Muhammad Utsman Najati,
ketiga kemampuan ini tergolong dalam pengertian intelektualitas. berdasrkan
hadis ini maka dapat di pahami bahwa intelektualitas manusia dapat di
kualifikasikan dalam tiga golongan, yaitu: Seperti tanah subur, Yang
berarti orang dalam golongan ini mampu belajar, menghafal, da mengajarkan ilmu
yang ia miliki kepada orang lain. Seperti tanah gersang, yang berarti
orang dalam golongan ini mampu menjaga dan mengajarkannya kepada orang lain,
tetapi ilmu yang dia miliki tidak bermamfaat pada dirinya sendiri. Seperti tanah
tandus, orang dalam golongan ini tidak tertarik , apalagi menghafal dan
mengajarkan kepada orang lain.
Dengan demikian sebagai seorang pendidik memang harus bisa
memahami perbedaan kecerdasaan peserta didik, sehingga pendidik dapat memilih
metode, pendekatan dan media yang tepat sehingga semua peserta didik dapat
mencerna materi pelajaran dengan baik. hal ini dapat dilakukan oleh pendidik
dengan mengaplikasikan metode pembelajaran yang bervariasi dan media yanng beragam.
5. Memiliki Perbedaan Emosional
Dari Abi Sa'id al-Khudriy, ia
berkata, Rasulullah SAW. bersabda: Ingatlah, di antara anak Nabi Adam AS itu
ada yang lambat marah dan cepat terkendali. Ada pula yang cepat marah dan cepat
pula terkendali. Ingatlah, di antara anak Nabi Adam AS itu ada yang cepat marah
dan lambat terkendali. Ingatlah, sebaik-baik mereka ialah yang lambat marahnya
dan cepat terkendalinya. Ingatlah, seburuk-buruk anak Nabi Adam ialah yang
cepat marahnya dan lambat terkendalinya.
Berdasarkan hadis di atas, Muhammad
Utsman Najasi mengelompokkan tingkat emosi kemarahan manusia kedalam tiga
tingkatan. Pertama, orang yang emosi kemarahannya lambat, jarang
mengepresikan kemarahannya, kalaupun ia marah ia akan cepat mengendalikan
emosinya kemarahannya. Orang semacam ini dikategorikan sebagai manusia yang
sangat mulia. Kedua,orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat tetapi
ia juga cepat mengendalikannya. Ketiga, orang yang emosi kemarahannya
terlalu cepat muncul, dia sulit mengendalikannya kecuali dalam waktu yang lama.
Orang semacam inilah dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk.
Perbedaan pada peserta didik perlu
dipahami oleh seorang pendidik agar jangan terlalu gegabah dalam merespon aksi
peserta didiknya. Pendidik tidak boleh mengatasi gejolak emosi peserta didik
dengan luapan emosi pula. Ia harus dapat memperlihatkan kesabaran, ketulusan
dan kasih sayangnya tampa menyimpan rasa dendam. Hal ini agar peserta didik
bisa menghargai dan menghormati
pendidiknya.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
A.
peserta didik adalah setiap orang yang meluangkan waktunya
untuk belajar kepada seorang pendidik. Peserta didik adalah orang yang berada
dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikis.
Dengan demikian ia tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang berukuran
kecil karena mempunyai spesifikasi tersendiri.
B.
Dari uraian hadits diatas, untuk mewujudkan peserta
didikyang berkualitas berdasarkan tinjauan hadits dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ilmu itu hanya diperoleh
dengan belajar.
2.
Peserta didik
diperbolehkan iri hati kepada orang lain yang memiliki ilmu pengetahuan yang
luas, sebagai cambuk untuk rakus dalam menuntut ilmu pengetahuan.
3.
Peserta didik hendaknya selalu menghafal dan mengulangi
pelajarannya, sehingga betul-betul menguasai materi yang telah disampaikan oleh
pendidik.
4.
Peserta didik yang hadir menuntut ilmu tidak boleh kikir,
untuk menyampaikan ilmu kepada orang-orang yang tidak hadir.
5.
Peserta didik hendaknya menuliskan, ilmu yang disampaikan
oleh pendidik, sehingga terjaga.
6.
Peserta didik hendaknya menyadari bahwa dalam menuntut ilmu
tersebut, ia berada dalam ridho allah SWT, dan mempermudah baginya jalan menuju
syurga.
7.
Peserta didik hendaknya berniat untuk mengajarkan ilmu yang
diperolehnya untuk disebarkan dan diajarkan kepada orang lain agar bermanfaat
bagi dirinya dan bagi orang lain.
8.
Peserta didik tidak boleh malu belajar, karena orang yang
malu dan sombong tidak akan dapat mempelajari ilmu agama.
9. Peserta didik hendaknya diam dan
tenang, tidak ribut pada saat belajar.
Badawi, A. Zaki, Mu’jam Musthalahat
al-‘Ulum al-Ijtima’iyat, Beirut: Maktabah Libnan, 1982.
Baihaqi, H., Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379
H. Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Baihaqi, H., Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379
H. Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
[1] Syamsul Nizar,Filsafat Pendidikan
Islam,Pendekatan Historis,Teoritas dan Praktis (Jakarta,Ciputat
Press,2005),Cet.Ke-2 h 48-50
[2]Omar Hamalik,Proses Belajar Mengajar,(Jakarta
PT.bumi Aksara,2001)cet ke 1.h.101-105
[3] Abi abdillah,Muhammad ibnnIsmail ibn Ibrahim
ibn al-Mughirat ibn Bardzat al Bukhari al-Ju’fi,cip.h.30
[4] Ibid, h.31
[5] Ibid,h.37
[6]Abi’Abdilah Muhammad ibn Ismail ibn al Mughirat Ibn Bardazat al Bukhari al
Ju’fi,op.cit.h.38
[7]Abi’Abdilah Muhammad ibn Ismail ibn al Mughirat Ibn Bardazat al Bukhari al
Ju’fi,op.cit.h.39
[8]Ibid,h.38
[9]Abi’Abdilah Muhammad ibn Ismail ibn al Mughirat Ibn Bardazat al Bukhari al
Ju’fi,op.cit.h.30
[10]Ibid,h.40
[11]Abi’Abdilah Muhammad ibn Ismail ibn al Mughirat Ibn Bardazat al Bukhari al
Ju’fi,op.cit.h.42
[12]Ibid,h,42
[13]Ibid,h.40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar