Jumat, 29 April 2016

LOGIKA PENALARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN




LOGIKA PENALARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN

Tugas Mata Kuliah:Filsafat ilmu dan logika
Dosen Pembimbing :Wira Sugiarto M.Pd.I

Description: Description: Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzwY0gAJqLXuJwxNiQmdEPwC1IDltuUJCwctMa6IQUVUTgMmsDvNKQkywIZ7r8dGM3LS_IBoC0aKLkk8IJZa5woSodF9YKNfzn5R_a4cQW1WrgEoHCi2flvxN2X-0zDjWBeOJ1qZw0Lrw/s1600/COVER++STAIN.jpg

MUHAMMAD ROMSYAH

PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
2016 M / 1437 H




KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul LOGIKA PENALARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN “yang merupakan salah satu tugas makalah pada semester empat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi Penulis. Akhir kata Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan Penulis terima dengan senang hati.


                                                                                    Bengkalis April  2016
            
              Penulis








i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                                           i
DAFTAR ISI                                                                                                                          ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                                                                                                             1
B.     Rumusan Masalah                                                                                                        1


BAB II PEMBAHASAN
a)      Pengertian logika                                                                                                        2
b)      Logika dan pengetahuan                                                                                             3
c)      Bentuk dan berfikir dan bangunan logika                                                                  4
d)     Logika dalam induktif dedukif dalam pengetahuan                                                  5
e)      Logika berfikir anatara keraguan dan kepastian                                                         7
                                                                                                                
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA










ii


BAB I
PENDAHULUAN
            1.latar belakang
 Dalam kehidupan seperti sekarang ini, setiap orang hampir setiap saat dihadapkan dengan logika dan/atau sebaliknya. Secara sederhana dipahami logika itu berpikir secara logis, atau masuk akal. Tidak sedikit kehidupan kita dan sekitar kita menyaksikan dan merasakan sesuatu yang tidak logis, baik menyangkut perihal kemasyarakatan, pemerintah­an, kebangsaan, maupun persoalan kelompok dan individu dalam ma­syarakat, tidak ketinggalan perihal di dunia pendidikan, politik, ekonomi, hingga birokrasi.
 Sesuatu yang logis biasanya akan mudah dipahami oleh nalar kita, tetapi sesuatu yang tidak logis kadang bertentangan dengan pikiran dan hati kita. Dalam banyak hal, kita sering mengalami berbagai kejadian yang kita pikir tidak logis, misalkan ada yang jelas-jelas melakukan ko­rupsi dengan uang miliaran rupiah bahkan triliunan, tapi di mata hukum kok sama dengan seorang pencuri seekor ayam. Ada juga yang sudah jelas terbukti bersalah tapi tidak bisa disentuh oleh hukum, ada juga di dunia pendidikan sudah sekolah ke jenjang tertinggi tetapi tidak ada institusi atau dinas pemerintah dan swasta yang dapat menerima dirinya untuk bekerja sehingga harus puas di terminal pengangguran. Masih terdapat sederet soal yang kadang kita hadapi secara tidak logis dalam kehidupan
2.Rumusa masalah
1.      Apa pengertian logika?
2.      Bagaimana hubungan logika dan pengetahuan?
3.      Bagaimana bentuk berfikir dan bangunan logika
4.      Bagaimana logika dalam deduktif induktif dalam pengetahuan dan berfikir keraguan dan kepastian?






BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Logika               
 Konsep "logika" atau "logis" sudah sering kita dengar dan kita gunakan. Dalam bahasa sehari-hari, perkata­an "logika" atau "logis" menunjukkan cara berpikir atau cara hidup atau sikap hidup tertentu, yaitu yang masuk akal, yang "reasonable", yang wajar, yang beralasan atau berargumen,, yang ada rasionya atau hubung­an rasionalnya, yang dapat dimengerti, walaupun belum tentu disetu­jui atau tentang benar atau salah.
 Dalam arti ilmiah, perkataan logika menunjukkan pada suatu disiplin ilmui; yang dimaksud dengan disiplin di sini yaitu disiplin ilmiah, yaitu kegiatan intelektual yang dipelajari un­tuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu secara sistematik-rasional argumentatif dan terorganisasi yang terkait atau tunduk pada aturan, prosedur, atau metode tertentu. Setiap disiplin mewujudkan ilmu atau cabang ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya bio­logi, yaitu disiplin yang termasuk ilmu alam; mikrobiologi, yaitu suatu disiplin ilmu atau subdisiplin yang termasuk dalam disiplin ilmu biologi.
 Menurut Arief Sidharta (2010), kata logika sering juga digunakan un­tuk bahasa percakapan sehari-hari. Kata itu memiliki beberapa pandang­an arti dalam penggunaan secara umum, seperti "wajar", dapat diterima atau bisa juga digunakan dalam arti kultur untuk menggambarkan sikap khas suatu kelompok masyarakat.
Pengertian ini menunjukkan bahwa mempelajari logika berarti mempelajari hukum dan prinsip berpikir yang mengatur atau melandasi dan sekaligus mem­berikan alasan mengapa suatu penalaran dapat dikatakan sebagai sesu­atu yang logis dan juga menjelaskan mengapa suatu penalaran harus di­katakan sebagai tidak logis. Kedua, Norman Geisler dan Ronald Brooks (1990) mengatakan, bahwa logika yaitu kajian tentang penalaran yang benar atau menyimpulkan yang valid (sah) dan dapat mengenali adanya kesalahan berpikir baik secara formal maupun informal


2.Logika dan Pengetahuan
Socrates (469-399 SM) mengatakan ribuan tahun yang lalu, bahwa pada dasarnya manusia bersifat ingin tahu. Keingintahuan yaitu bagian dari kealamiahan manusia. Seorang anak kecil yang masih usia dini ke­tika dia bermain balok kemudian menyusun balok-balok itu menjadi suatu bangunan, akan menemui suatu logika dari permainan itu, misalnya mengapa gedung yang dibuat dari balok itu bisa roboh, lalu dia menemu­kan jawabannya sendiri "oh karena fondasi bangunan yang dia buat tidak besar, jadi tidak punya kekuatan." Lalu si anak ketika membuat bangunan gedung dengan balok kembali, dia membuat fondasi bangunan baloknya dibuat menjadi lebih besar,, agar bangunan yang dibuat tidak ambruk atau rubuh.Begtulah logika dalam ilmu pengetahuan dapat diperkenalkan pada seorang anak hingga seorang ilmuwan dapat mengembangkan logika ber­pikirnya dalam ilmu pengetahuan. Mengapa seorang anak bertanya atas perbuatannya sendiri terhadap balok-balok kayu yang dia susun, ini meru­pakan salah satu bentuk manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu.
Juniarso Ridwan (2010) mengatakan, bahwa Socrates telah berusaha menemukan dan mengajarkan prinsip-prinsip universal tentang "keadil­an" dan "hukum yang benar." Keadilan itu sesungguhnya telah bermu­kim di dalam diri dan dalam kesadaran manusia itu sendiri "given." Un­tuk mengajarkan hal itu, ia memanfaatkan metode yang terkenal hingga sekarang yakni, "socratic method," yaitu dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang akan merangsang serta memperkuat para muridnya da­lam berpikir sedalam-dalamnya untuk menyiapkan makna keadilan dan hukum yang benar. Dorongan keingintahuan pada manusia muncul dari akalnya. Manu­sia yaitu makhluk yang berakal dan memiliki kesadaran akan realitas di luar dirinya. Semua yang dilakukannya tidak terlepas dari kesadaran dan akalnya itu. Ilmu pengetahuan lahir sebagai jawaban bagi keingintahuan manusia yang tidak pernah berhenti. Maka tidaklah mengherankan, jika ilmu pengetahuan yang dibangun dan diciptakan manusia akan terus berkembang selama ada kehidupan makhluk berakal budi di mana pun di Bumi.
 Ujan Andre Ata, dkk. (2012) mengatakan, akal manusia menuntun­nya pada pengetahuan. Tetapi tidak semua pengetahuan bisa begitu saja menjadi milik manusia semata-mata hanya karena akalnya semata. Karena ada jenis pengetahuan yang membutuhkan sistematika, kohe­rensi dan metode tertentu, jenis pengetahuan ini dikenal sebagai ilmu pengetahuan ilmiah, yang bisa diidentifikasikan sebagai disiplin siste­matis, metodis, rasional, dan koheren yang menyelidiki aspek tertentu dari realitas. Dalam kaitan dengan syarat-syarat ilmu pengetahuan, logika meme­gang peranan sangat penting. Logika menjadi semacam alat ukur yang harus digunakan untuk menentukan bukan saja kadar keilmiahan dalam suatu teori ilmu pengetahuan yang dirumuskan, melainkan juga validitas teori ilmu pengetahuan. Dengan latar belakang logika yang telah dike- mukakan, dapat dipahami keterkaitan dan pentingnya keberadaan logika dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
 3.Bentuk berfikir dan Bangunan Logika
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan berdasarkan sejumlah informasi yang tersedia. Misalkan Anda mengetahui bahwa papa Imam ialah pemilik pabrik sawit di Jambi. Hanya berdasarkan informasi ini Anda bisa menarik beberapa kesimpulan, yaitu papa Imam itu orang kaya, dia me­miliki banyak karyawan, dia memiliki rumah mewah, dan anak-anaknya di luar negeri sekolah yang terkemuka. Kesimpulannya yang Anda tarik itu bersifat logis, karena penalaran kita mengolah informasi yang diper­oleh dan mengombinasikan dengan pengetahuan awal. Dalam arti itu, dapat dikatakan bahwa pertanyaan baru berdasarkan apa yang telah kita ketahui. Setiap penalaran memiliki struktur yang sangat sederhana, yaitu adanya pertanyaan (premis atau argumen), lalu pertanyaan itu diolah nalar sebelum menghasilkan kesimpulan. "Premis—penalaran—kesim­pulan,"
 Penalaran berangkat dari sesuatu yang sudah ada atau apa yang sudah diketahui, dari sana baru ditarik suatu kesimpulan. Apa yang sudah diketahui itu disebut premis, fakta, bukti, dasar, atau alasan. Kita tidak bisa menarik kesimpulan dari apa yang tidak diketahui. Apa yang disim­pulkan itu disebut kesimpulan (konklusi).

 4. Logika Deduktif dan Induktif Dalam Ilmu Pengengetahuan
 ilmu pengetahuan yaitu pengetahuan yang dihasilkan melalui prosedur yang sistematis yang disebut dengan metode ilmiah. Alur ber­pikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam bebe­rapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka ilmiah bertumpu pada logico hipotético verifikasi yang dalam penelitian bersifat positivistik yang umumnya berupa penelitian kuanti­tatif. Adapun untuk penelitian kualitatif hanya menggunakan unsur logico dan verifikasi, hal ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif umumnya tidak melakukan uji hipotesis. Langkah-langkah menuju ilmu pengetahuan menurut metode ilmiah berbasis penelitian kuantitatif se­bagai berikut:
·         Perumusan masalah.
·         Penyusunan teori dan kerangka berpikir (logico).
·         Perumusan hipotesis.
·         Pengujian hipotesis dan verifikasi (hipotético dan verifikasi).
·         Penarikan kesimpulan.
 Itulah tahapan atau langkah-langkah metode ilmiah yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki prosedur dan metode yang ketat dibandingkan jenis pengetahuan manusia lainnya se­telah pengetahuan
Dalam tahapan metode ilmiah terkandung penalaran logika induktif dan deduktif. Ber­pikir dengan logika induktif bertujuan untuk menarik kesimpulan umum, berupa deskripsi general dari suatu fenomena. Deskripsi umum suatu fenomena ini mengandung persamaan dari yang berbeda dan berbeda dari yang sama. Hal ini diragukan bisa dalam bentuk golongan, ketegori, klasifikasi berdasarkan unsur, ciri,, dan sifat dari unit fenomena (wujud, proses, atau fungsi), yang kelak diberi nama atau istilah definisi yang ke­mudian sampai pada konsep dan variabel. Pengetahuan khusus yang ada pada logika induktif (diperoleh dengan observasi eksploratif) itu berupa deskripsi suatu fenomena (oleh jadi satu unit wujud, proses, atau fungsi) pada sejumlah situasi atau kondisi tertentu
5. Logika Berfikir Antara Keraguan dan Kepastian
 Menurut Josep Morgalis (2012), keraguan dan kepastian bukan me­rupakan hal-hal yang hanya dalam psikologis melainkan hal-hal yang logis dan konseptual. Kita bertanya-tanya bukan hanya apakah keadaan mental tertentu dapat dihindari atau diteruskan, melainkan juga apakah kepercayaan kognitif kita dapat dibenarkan dan secara relevan dibebas­kan dari tantangan. Permasalahannya, memengaruhi secara mendalam semua usaha manusia untuk pengetahuan; dan oleh karenanya menarik kita pada kompleksitas yang luar biasa dari hubungan antara keraguan dan kepastian di suatu sisi, di sisi lain pengetahuan dengan kepercayaan.
 Manusia selalu bertanya-tanya apakah mereka pernah berhak dapat melepaskan diri dari keraguan atau mencapai kepastian tentang keper­cayaan mereka. Josef memberikan pandangan, ada tiga keraguan dalam filsafat yang pada akhirnya dapat memberikan kepastian, yakni:
 Pertama, keraguan psikologis dengan kepastian psikologi. Keraguan ini meru­pakan keadaan mental yang berbeda, paling tidak yang secara nominal relevan terhadap suatu proposisi yang berlaku dalam pengertian bahwa jika p merupakan suatu proposisi yang berlaku, maka seseorang jelas ada dalam keadaan ketidakpastian bahwa p yaitu benar, atau dalam suatu ke­adaan kepercayaan yang berbeda di antara kedua ekstrem tersebut.
Kedua, keraguan logis dengan kepastian logis. Secara kontras meru­pakan apa yang disebut keadaan logis atau fungsional, dalam pengertian di mana keadaan itu tidak perlu secara psikologis diwujudkan menjadi yang relevan secara kognitif terhadap kepercayaan bahwa p benar. Mengasumsikan bahwa kita mempunyai teori komprehensif dari peristiwa dan dasar-dasar yang memberikan untuk memercayai suatu proposisi, kita seharusnya menemukan provisi dalam teori itu untuk membenarkan ker­aguan dan kepastian yang berhubungan dengan kepercayaan. Jika p be­nar dan diketahui benar, maka secara umum, keraguan yang tergantung pada kebenaran dan pengetahuan akan p harus segera relevan maupun, akan diangkat atau dihentikan.
 Ketiga, keraguan empiris dengan kepastian empiris. Paham ini me­maknakan bahwa kebenaran dari suatu proposisi aritmetik, misalnya 8 + 7 = 15 yang kita kira pasti benar. Juga tidak untuk mengatakan bahwa teori kognitif hanya berhubungan dengan menghilangkan keraguan empiris atau mencapai kepastian empiris. Karena sepenuhnya mungkin bahwa keraguan logis bisa diformulasikan bahwa tidak ada manusia perantara yang sesungguhnya merupakan ungkapan darinya seperti keraguan em­piris, atau sesungguhnya merupakan ungkapan darinya dalam suatu in­terval waktu yang ada. Akan tetapi, untuk kembali pada pembedaan keadaan empiris dari keraguan dan kepastian, kita harus mengakui suatu ketidaksimetrisan berkenaan dengan jangkauan konsep pokok dari keraguan dan kepastian. Didasarkan pada kenyataan itu, terpaksa mengharuskan kita mengadopsi keraguan itu sebagai suatu perantara rasional menuju kepastian.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Dari berbagai teori yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah atau tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Namun apa yang kita amati, belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja menyimpang. Karena itu kebenaran yang mutlak hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa.
Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Untuk memperoleh ilmu pengetahauan, dibutuhkan adanya metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoretis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Ilmu, menyusun pengetahuan dengan konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris, ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak, sehingga melalui metode ilmiah, berbagai penjelasan teoretis dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak.












DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Erliana. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian , Bogor: Ghalia Indonesia. 2011. Komara, Endang. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Bandung: PT Refika Aditama. 2011.
Surajiyo. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. 2007.   Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2005. Salam, Burhanuddin. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1997.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar