LOGIKA PENALARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN
Tugas Mata Kuliah:Filsafat ilmu dan logika
Dosen Pembimbing :Wira Sugiarto M.Pd.I

MUHAMMAD ROMSYAH
PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
2016 M / 1437 H
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada Penulis sehingga
Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul LOGIKA PENALARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN “yang merupakan salah satu
tugas makalah pada semester empat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian telah memberikan
manfaat bagi Penulis. Akhir kata Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan Penulis terima
dengan senang hati.
Bengkalis
April 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
a)
Pengertian
logika 2
b)
Logika
dan pengetahuan 3
c)
Bentuk
dan berfikir dan bangunan logika 4
d)
Logika
dalam induktif dedukif dalam pengetahuan 5
e)
Logika
berfikir anatara keraguan dan kepastian 7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
1.latar belakang
Dalam kehidupan seperti sekarang ini, setiap
orang hampir setiap saat dihadapkan dengan logika dan/atau sebaliknya. Secara
sederhana dipahami logika itu berpikir secara logis, atau masuk akal. Tidak
sedikit kehidupan kita dan sekitar kita menyaksikan dan merasakan sesuatu yang
tidak logis, baik menyangkut perihal kemasyarakatan, pemerintahan, kebangsaan,
maupun persoalan kelompok dan individu dalam masyarakat, tidak ketinggalan
perihal di dunia pendidikan, politik, ekonomi, hingga birokrasi.
Sesuatu yang logis biasanya akan mudah
dipahami oleh nalar kita, tetapi sesuatu yang tidak logis kadang bertentangan
dengan pikiran dan hati kita. Dalam banyak hal, kita sering mengalami berbagai
kejadian yang kita pikir tidak logis, misalkan ada yang jelas-jelas melakukan
korupsi dengan uang miliaran rupiah bahkan triliunan, tapi di mata hukum kok
sama dengan seorang pencuri seekor ayam. Ada juga yang sudah jelas terbukti
bersalah tapi tidak bisa disentuh oleh hukum, ada juga di dunia pendidikan
sudah sekolah ke jenjang tertinggi tetapi tidak ada institusi atau dinas
pemerintah dan swasta yang dapat menerima dirinya untuk bekerja sehingga harus
puas di terminal pengangguran. Masih terdapat sederet soal yang kadang kita
hadapi secara tidak logis dalam kehidupan
2.Rumusa
masalah
1. Apa
pengertian logika?
2. Bagaimana
hubungan logika dan pengetahuan?
3. Bagaimana
bentuk berfikir dan bangunan logika
4. Bagaimana
logika dalam deduktif induktif dalam pengetahuan dan berfikir keraguan dan
kepastian?
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian
Logika
Konsep "logika" atau
"logis" sudah sering kita dengar dan kita gunakan. Dalam bahasa
sehari-hari, perkataan "logika" atau "logis" menunjukkan
cara berpikir atau cara hidup atau sikap hidup tertentu, yaitu yang masuk akal,
yang "reasonable", yang wajar, yang beralasan atau berargumen,, yang
ada rasionya atau hubungan rasionalnya, yang dapat dimengerti, walaupun belum
tentu disetujui atau tentang benar atau salah.
Dalam arti ilmiah, perkataan logika
menunjukkan pada suatu disiplin ilmui; yang dimaksud dengan disiplin di sini
yaitu disiplin ilmiah, yaitu kegiatan intelektual yang dipelajari untuk
memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu secara
sistematik-rasional argumentatif dan terorganisasi yang terkait atau tunduk
pada aturan, prosedur, atau metode tertentu. Setiap disiplin mewujudkan ilmu
atau cabang ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya biologi, yaitu disiplin yang
termasuk ilmu alam; mikrobiologi, yaitu suatu disiplin ilmu atau subdisiplin
yang termasuk dalam disiplin ilmu biologi.
Menurut Arief Sidharta (2010), kata logika
sering juga digunakan untuk bahasa percakapan sehari-hari. Kata itu memiliki
beberapa pandangan arti dalam penggunaan secara umum, seperti
"wajar", dapat diterima atau bisa juga digunakan dalam arti kultur
untuk menggambarkan sikap khas suatu kelompok masyarakat.
Pengertian
ini menunjukkan bahwa mempelajari logika berarti mempelajari hukum dan prinsip
berpikir yang mengatur atau melandasi dan sekaligus memberikan alasan mengapa
suatu penalaran dapat dikatakan sebagai sesuatu yang logis dan juga
menjelaskan mengapa suatu penalaran harus dikatakan sebagai tidak logis.
Kedua, Norman Geisler dan Ronald Brooks (1990) mengatakan, bahwa logika yaitu
kajian tentang penalaran yang benar atau menyimpulkan yang valid (sah) dan
dapat mengenali adanya kesalahan berpikir baik secara formal maupun informal
2.Logika
dan Pengetahuan
Socrates
(469-399 SM) mengatakan ribuan tahun yang lalu, bahwa pada dasarnya manusia
bersifat ingin tahu. Keingintahuan yaitu bagian dari kealamiahan manusia.
Seorang anak kecil yang masih usia dini ketika dia bermain balok kemudian
menyusun balok-balok itu menjadi suatu bangunan, akan menemui suatu logika dari
permainan itu, misalnya mengapa gedung yang dibuat dari balok itu bisa roboh,
lalu dia menemukan jawabannya sendiri "oh karena fondasi bangunan yang
dia buat tidak besar, jadi tidak punya kekuatan." Lalu si anak ketika
membuat bangunan gedung dengan balok kembali, dia membuat fondasi bangunan
baloknya dibuat menjadi lebih besar,, agar bangunan yang dibuat tidak ambruk
atau rubuh.Begtulah logika dalam ilmu pengetahuan dapat diperkenalkan pada
seorang anak hingga seorang ilmuwan dapat mengembangkan logika berpikirnya
dalam ilmu pengetahuan. Mengapa seorang anak bertanya atas perbuatannya sendiri
terhadap balok-balok kayu yang dia susun, ini merupakan salah satu bentuk
manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu.
Juniarso
Ridwan (2010) mengatakan, bahwa Socrates telah berusaha menemukan dan
mengajarkan prinsip-prinsip universal tentang "keadilan" dan
"hukum yang benar." Keadilan itu sesungguhnya telah bermukim di
dalam diri dan dalam kesadaran manusia itu sendiri "given." Untuk
mengajarkan hal itu, ia memanfaatkan metode yang terkenal hingga sekarang
yakni, "socratic method," yaitu dengan mengajukan sejumlah pertanyaan
yang akan merangsang serta memperkuat para muridnya dalam berpikir
sedalam-dalamnya untuk menyiapkan makna keadilan dan hukum yang benar. Dorongan
keingintahuan pada manusia muncul dari akalnya. Manusia yaitu makhluk yang
berakal dan memiliki kesadaran akan realitas di luar dirinya. Semua yang
dilakukannya tidak terlepas dari kesadaran dan akalnya itu. Ilmu pengetahuan
lahir sebagai jawaban bagi keingintahuan manusia yang tidak pernah berhenti.
Maka tidaklah mengherankan, jika ilmu pengetahuan yang dibangun dan diciptakan
manusia akan terus berkembang selama ada kehidupan makhluk berakal budi di mana
pun di Bumi.
Ujan Andre Ata, dkk. (2012) mengatakan, akal
manusia menuntunnya pada pengetahuan. Tetapi tidak semua pengetahuan bisa
begitu saja menjadi milik manusia semata-mata hanya karena akalnya semata.
Karena ada jenis pengetahuan yang membutuhkan sistematika, koherensi dan
metode tertentu, jenis pengetahuan ini dikenal sebagai ilmu pengetahuan ilmiah,
yang bisa diidentifikasikan sebagai disiplin sistematis, metodis, rasional,
dan koheren yang menyelidiki aspek tertentu dari realitas. Dalam kaitan dengan
syarat-syarat ilmu pengetahuan, logika memegang peranan sangat penting. Logika
menjadi semacam alat ukur yang harus digunakan untuk menentukan bukan saja
kadar keilmiahan dalam suatu teori ilmu pengetahuan yang dirumuskan, melainkan
juga validitas teori ilmu pengetahuan. Dengan latar belakang logika yang telah
dike- mukakan, dapat dipahami keterkaitan dan pentingnya keberadaan logika
dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
3.Bentuk berfikir dan Bangunan Logika
Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir dalam menarik
suatu kesimpulan berdasarkan sejumlah informasi yang tersedia. Misalkan Anda
mengetahui bahwa papa Imam ialah pemilik pabrik sawit di Jambi. Hanya
berdasarkan informasi ini Anda bisa menarik beberapa kesimpulan, yaitu papa
Imam itu orang kaya, dia memiliki banyak karyawan, dia memiliki rumah mewah,
dan anak-anaknya di luar negeri sekolah yang terkemuka. Kesimpulannya yang Anda
tarik itu bersifat logis, karena penalaran kita mengolah informasi yang diperoleh
dan mengombinasikan dengan pengetahuan awal. Dalam arti itu, dapat dikatakan
bahwa pertanyaan baru berdasarkan apa yang telah kita ketahui. Setiap penalaran
memiliki struktur yang sangat sederhana, yaitu adanya pertanyaan (premis atau
argumen), lalu pertanyaan itu diolah nalar sebelum menghasilkan kesimpulan.
"Premis—penalaran—kesimpulan,"
Penalaran berangkat dari sesuatu yang sudah
ada atau apa yang sudah diketahui, dari sana baru ditarik suatu kesimpulan. Apa
yang sudah diketahui itu disebut premis, fakta, bukti, dasar, atau alasan. Kita
tidak bisa menarik kesimpulan dari apa yang tidak diketahui. Apa yang disimpulkan
itu disebut kesimpulan (konklusi).
4. Logika Deduktif dan Induktif Dalam Ilmu
Pengengetahuan
ilmu pengetahuan yaitu pengetahuan yang
dihasilkan melalui prosedur yang sistematis yang disebut dengan metode ilmiah.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa
langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka ilmiah
bertumpu pada logico hipotético verifikasi yang dalam penelitian bersifat
positivistik yang umumnya berupa penelitian kuantitatif. Adapun untuk
penelitian kualitatif hanya menggunakan unsur logico dan verifikasi, hal ini
dikarenakan dalam penelitian kualitatif umumnya tidak melakukan uji hipotesis.
Langkah-langkah menuju ilmu pengetahuan menurut metode ilmiah berbasis
penelitian kuantitatif sebagai berikut:
·
Perumusan masalah.
·
Penyusunan teori dan kerangka berpikir
(logico).
·
Perumusan hipotesis.
·
Pengujian hipotesis dan verifikasi (hipotético
dan verifikasi).
·
Penarikan kesimpulan.
Itulah tahapan atau langkah-langkah metode
ilmiah yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki
prosedur dan metode yang ketat dibandingkan jenis pengetahuan manusia lainnya
setelah pengetahuan
Dalam
tahapan metode ilmiah terkandung penalaran logika induktif dan deduktif. Berpikir
dengan logika induktif bertujuan untuk menarik kesimpulan umum, berupa
deskripsi general dari suatu fenomena. Deskripsi umum suatu fenomena ini
mengandung persamaan dari yang berbeda dan berbeda dari yang sama. Hal ini
diragukan bisa dalam bentuk golongan, ketegori, klasifikasi berdasarkan unsur,
ciri,, dan sifat dari unit fenomena (wujud, proses, atau fungsi), yang kelak
diberi nama atau istilah definisi yang kemudian sampai pada konsep dan
variabel. Pengetahuan khusus yang ada pada logika induktif (diperoleh dengan
observasi eksploratif) itu berupa deskripsi suatu fenomena (oleh jadi satu unit
wujud, proses, atau fungsi) pada sejumlah situasi atau kondisi tertentu
5.
Logika Berfikir Antara Keraguan dan Kepastian
Menurut Josep Morgalis (2012), keraguan dan kepastian
bukan merupakan hal-hal yang hanya dalam psikologis melainkan hal-hal yang
logis dan konseptual. Kita bertanya-tanya bukan hanya apakah keadaan mental
tertentu dapat dihindari atau diteruskan, melainkan juga apakah kepercayaan
kognitif kita dapat dibenarkan dan secara relevan dibebaskan dari tantangan.
Permasalahannya, memengaruhi secara mendalam semua usaha manusia untuk
pengetahuan; dan oleh karenanya menarik kita pada kompleksitas yang luar biasa
dari hubungan antara keraguan dan kepastian di suatu sisi, di sisi lain
pengetahuan dengan kepercayaan.
Manusia selalu bertanya-tanya apakah mereka
pernah berhak dapat melepaskan diri dari keraguan atau mencapai kepastian
tentang kepercayaan mereka. Josef memberikan pandangan, ada tiga keraguan dalam
filsafat yang pada akhirnya dapat memberikan kepastian, yakni:
Pertama, keraguan psikologis dengan kepastian
psikologi. Keraguan ini merupakan keadaan mental yang berbeda, paling tidak
yang secara nominal relevan terhadap suatu proposisi yang berlaku dalam
pengertian bahwa jika p merupakan suatu proposisi yang berlaku, maka seseorang
jelas ada dalam keadaan ketidakpastian bahwa p yaitu benar, atau dalam suatu keadaan
kepercayaan yang berbeda di antara kedua ekstrem tersebut.
Kedua,
keraguan logis dengan kepastian logis. Secara kontras merupakan apa yang
disebut keadaan logis atau fungsional, dalam pengertian di mana keadaan itu
tidak perlu secara psikologis diwujudkan menjadi yang relevan secara kognitif
terhadap kepercayaan bahwa p benar. Mengasumsikan bahwa kita mempunyai teori
komprehensif dari peristiwa dan dasar-dasar yang memberikan untuk memercayai
suatu proposisi, kita seharusnya menemukan provisi dalam teori itu untuk
membenarkan keraguan dan kepastian yang berhubungan dengan kepercayaan. Jika p
benar dan diketahui benar, maka secara umum, keraguan yang tergantung pada
kebenaran dan pengetahuan akan p harus segera relevan maupun, akan diangkat
atau dihentikan.
Ketiga, keraguan empiris dengan kepastian
empiris. Paham ini memaknakan bahwa kebenaran dari suatu proposisi aritmetik,
misalnya 8 + 7 = 15 yang kita kira pasti benar. Juga tidak untuk mengatakan
bahwa teori kognitif hanya berhubungan dengan menghilangkan keraguan empiris
atau mencapai kepastian empiris. Karena sepenuhnya mungkin bahwa keraguan logis
bisa diformulasikan bahwa tidak ada manusia perantara yang sesungguhnya
merupakan ungkapan darinya seperti keraguan empiris, atau sesungguhnya
merupakan ungkapan darinya dalam suatu interval waktu yang ada. Akan tetapi,
untuk kembali pada pembedaan keadaan empiris dari keraguan dan kepastian, kita
harus mengakui suatu ketidaksimetrisan berkenaan dengan jangkauan konsep pokok
dari keraguan dan kepastian. Didasarkan pada kenyataan itu, terpaksa
mengharuskan kita mengadopsi keraguan itu sebagai suatu perantara rasional
menuju kepastian.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai teori yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa kebenaran
adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang
telah kita akui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah atau tidaknya
teori tersebut bagi kehidupan manusia. Namun apa yang kita amati, belum tentu
benar karena penglihatan kita mungkin saja menyimpang. Karena itu kebenaran
yang mutlak hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa.
Ilmu
pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang
sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Untuk memperoleh ilmu
pengetahauan, dibutuhkan adanya metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir
deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan
teoretis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Ilmu, menyusun
pengetahuan dengan konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris, ilmu
memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak, sehingga
melalui metode ilmiah, berbagai penjelasan teoretis dapat diuji, apakah sesuai
dengan kenyataan empiris atau tidak.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan,
Erliana. Filsafat Ilmu dan Metodologi
Penelitian , Bogor: Ghalia Indonesia. 2011. Komara, Endang. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,
Bandung: PT Refika Aditama. 2011.
Surajiyo.
Filsafat Ilmu & Perkembangannya di
Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. 2007. Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2005. Salam,
Burhanuddin. Logika Materiil Filsafat
Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1997.
